Tinjau Ulang Wawasan Agama Pembenar Antagonis

Karena Picu Ketegangan Hubungan Umat Beda Agama

KEBERSAMAAN: Ketua Tanfidziyah PWNU Kalteng Dr HM Wahyudie F Dirun (kiri) bersama Menkopolhukam Prof HM Mahfud MD (kanan) saat pembukaan Forum Relegion 20 di Nusa Dua Bali, kemarin (2/11).

NUSA DUA – Ketua Umum PBNU selaku penggagas forum Religion 20 (R20) Presidensi G20 Indonesia Yahya Cholil Staquf, mulai menyuarakan ajakan hidup damai di depan pimpinan agama-agama dunia. Di pembukaan forum R20 di Nusa Dua Bali kemarin (2/11) dia mengatakan masih ada unsur nilai agama yang bisa digunakan sebagai pembenar hubungan antagonis antar umat beda agama.

Ulama yang akrab disapa Gus Yahya itu mengatakan adanya wawasan agama seperti itu, perlu ditinjau ulang oleh pimpinan agama masing-masing. “Supaya kita bisa hidup damai. Tanpa dibayangi konflik karena ada rujukannya dalam wawasan agama kita,” katanya.

Dia menekankan komunitas agama perlu mengupayakan suatu peninjauan ulang terhadap wawaan agama masing-masing. Apabila masih ada unsur-unsur yang bisa menghalangi perdamaian diantara umat lintas agama, harus memiliki keberanian untuk interpretasi baru. Supaya bisa menjalankan kehidupan dengan damai.

Dia mencontohkan Gereja Katolik pernah melakukan upaya seperti itu. Kemudian menghasilkan keputusan yang intinya, mengajak umat Katolik untuk lebih menghargai kelompok yang berbeda. Serta dapat menerima kehidupan beragama tanpa perpecahan.

Contoh lainnya pada 2016 komunitas Yahudi menyelenggarakan forum Rabi. Seperti diketahui, Rabi adalah pemimpin agama dalam komunitas Yahudi. “Forum itu menghasil dokumen inspiratif,” kata Gus Yahya. Diantara isinya adalah menjamin hubungan umat beragama yang lebih baik dan harmonis.

Begitupun dengan NU, organisasi yang dia pimpin. Dalam konferensi ulama NU beberapa tahun yang lalu disepakati adanya wawasan rekontekstualisasi. Seperti kategori atau pengelompokan non muslim, kafir, atau sejenisnya tidak relevan dengan konteks bernegara yang modern. Semua warga negara harus setara di depan hukum. Perbedaan latar belakang agama dan lainnya, tidak boleh jadi alasan untuk diskriminasi.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) turut menghadiri pembukaan forum R20 itu. Menurut dia forum seperti ini penting. Karena menjadi harapan untuk saling menghormati satu sama lain. Dia mengatakan rasa saling menghormati menghasilkan toleransi, sekaligus jadi dasar menjaga perdamaian.

“Tapi bukan hanya antar agama. Di dalam agama sendiri juga ada masalah,” kata tokoh juru damai itu. JK mencontohkan perang abtara Arab Saudi dengan Yaman. Kedua negara tersebut sama-sama negara basis agama Islam.

Dia berharap forum R20 menghasilkan rekomendasi positif. Seperti bagaimana mendorong G20 untuk semakin memajukan dunia. Untuk bisa memajukan dunia, dibutuhkan perdamaian. Untuk bisa damai, dibutuhkan toleransi. “Supaya bisa toleransi, dibutuhkan saling menghormati,” katanya.

Menurut JK kasus konflik agama, biasanya dipicu rasa saling merasa benar. Dia mencontohkan pada konflik di Poso dan Ambon. Saat itu orang yang konflik merasa apa yang dilakukan adalah benar. Termasuk membunuh atau merusak rumah ibadah umat lain. “Semua merasa masuk surga. Saya katakan, kalian yang saling membunuh, saling membakar masuk neraka semua,” kenang JK. Hanya dengan satu kalimat tersebut, pelaku konflik menjadi takut dan berhenti berkonflik. (kaltengpos/101kpfm)

299 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.