Berdampak Negatif bagi Kesehatan hingga Finansial

Palangka RayaMenikah usia muda ternyata punya banyak dampak negatif. Permasalahan ini harus menjadi atensi tersendiri pagi para pemangku kepentingan untuk melakukan pencegahan. Perlu strategi tersendiri agar pernikahan usia dini bisa diminimalkan. Pernikahan pada usia belia tak hanya berdampak negatif bagi kesehatan ibu dan anak, tapi juga berkaitan dengan ekonomi.

Secara finansial, pasangan muda belum stabil. Ditambah belum memiliki kemampuan untuk meniti karier, karena pendidikan yang terhenti. Hal itu diungkapkan oleh Plt Kepala BKKBN Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Dadi Ahmad Roswandi.

“Keuangan merupakan salah satu hal krusial dalam rumah tangga, tanggung jawab besar untuk membiayai hidup pasangan, apalagi jika sudah memiliki anak, pastinya pengeluaran tidak main-main,” ucap Dadi.

Dijelaskannya, salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRD) adalah faktor psikologis suami istri yang belum stabil. Bahkan suami maupun istri rentan menderita stres, kecemasan, dan gangguan mental lainnya. Pada usia muda, pria atau wanita cenderung mengeksplor banyak hal dan masih ingin bebas mengekspresikan diri. Tanggung jawab besar dalam rumah tangga bisa saja memenjarakan mereka secara psikis.

Dampak buruk pernikahan dini bagi suami istri juga dirasakan oleh buah hati mereka. Hal ini karena kehamilan pada usia muda juga berpengaruh pada tumbuh kembang janin. Risiko keguguran hingga kelahiran prematur bisa saja terjadi. “Kurangnya nutrisi dan minimnya pengetahuan orang tua mengenai kehamilan juga memengaruhi kesehatan janin bahkan bayi,” tutur Dadi.

Bukan hanya kehamilan dan kelahiran, ketika anak tumbuh pun ikut mendapat dampak-nya. Jika kondisi kedua orang tua tidak stabil secara finansial, psikologis, dan lainnya, tentu secara tak langsung memengaruhi si anak. “Pertumbuhan anak juga akan berpengaruh karena kurangnya nutrisi dan gizi atau biasa disebut stunting,” ucapnya.

“Umumnya pasangan muda cenderung mempertahankan ego, yang tak jarang berujung pada kandasnya pernikahan,” ucap Dadi.

Lantas mungkinkah pernikahan dini yang masih marak terjadi disebabkan masih melekatnya budaya timur?

“Mungkin yang dimaksud timur itu hukum Islam ya, mungkin itu ke KUA-nya, karena saya hanya mampu jelaskan dampaknya secara kesehatan, gizi, dan lainnya,” ucap Dadi.

Ketika sorang anak perempuan hamil di luar nikah, tentu psikologis dan mental akan sedikit terganggu. Di situlah peran orang tua diperlukan.

“Orang tua mesti tetap sabar, bagaimanapun mereka adalah darah daging sendiri, bahkan anak yang di dalam perut adalah penerus, maka orang tua mesti edukatif dalam membimbing anak ke depan agar situasi dan kondisi tidak makin parah,” kata Dadi.

Senada disampaikan dr Miko, dokter spesialis kandungan. Dikatakannya, kehamilan di usia dini sangat berisiko mengalami berbagai komplikasi yang membahayakan ibu maupun janin. Pada janin, risiko yang mungkin terjadi adalah terlahir prematur, stunting, atau berat badan lahir yang rendah (BBLR). Bahkan melahirkan pada usia muda berisiko terjadi preeklamsia maupun anemia. Jika tidak ditangani, kondisi ini bisa menimbulkan komplikasi seperti eklamsia yang berakibat fatal, bahkan kematian pada ibu dan bayi.

“Hamil usia muda dapat menyebabkan janin tidak berkembang karena kurangnya asupan nutrisi dan gizi dari si ibu, bahkan bisa berpotensi terjadi keguguran karena kehamilan yang tidak terencana, juga bisa mengakibatkan kelahiran prematur atau keguguran, pendarahan, hingga kematian ibu dan bayi,” ucap Miko.

Ia menjelaskan, persalinan prematur merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada perempuan yang hamil usia remaja atau terlalu muda. Perlu diketahui bahwa bayi yang terlahir prematur punya risiko lebih tinggi mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan, pencernaan, penglihatan, serta masalah tumbuh kembang. Selain itu, bayi yang terlahir dari ibu yang masih remaja juga berisiko terlahir dengan berat badan lahir rendah. Bayi yang terlahir prematur atau dengan berat badan rendah umumnya membutuhkan perawatan khusus. Jika kondisinya parah, bayi tersebut juga perlu menjalani perawatan di ruang NICU.

Menurut Miko, orang tua yang mengetahui anaknya melahirkan di luar pernikahan, hendaknya bisa menerima keadaan. Langkah selanjutnya bagi orang tua adalah mengawal proses kelahiran, dengan membantu memenuhi gizi dan nutrisi ibu hamil.

“Seharusnya menerima keadaan, jangan sampai perilaku orang tua malah menambah tekanan mental bagi anak yang melahirkan, langkah yang baik adalah mengawal anak hingga melahirkan dengan cara memenuhi asupan nutrisi dan gizi dan mendampingi konsultasi rutin ke dokter kandungan, bahkan kalau sudah lahir anak tersebut juga punya hak untuk sehat dengan dipenuhi nutrisinya,” ucap dr Miko.

Terpisah, Ahli Psikologi Rensi SPsi MPsi menyebut pernikahan dini punya banyak risiko anak yang menjalaninya. Risiko itu mencakup mental psikologis maupun kesehatan fisik yang rentan, khususnya bagi perempuan. Rensi menyarankan agar sebisa mungkin menekan dan meminimalkan terjadinya pernikahan dini.

Menurutnya pernikahan usia anak atau usia dini lebih banyak menimbulkan permasalahan daripada dampak positifnya. “Umumnya pernikahan usia dini itu berdampak negatif,” katanya kepada Kalteng Pos, Jumat (16/12).

Kecenderungan anak yang masih dalam tahap mencari jati diri, masih mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan, serta tingkat emosi psikologis yang belum matang, membuat seorang anak kesulitan secara psikologi ketika harus berhadapan dengan kompleksnya permasalahan yang terjadi  dalam sebuah rumah tangga.

“Dalam masa adaptasi dan kemampuan yang masih terbatas, dengan situasi lingkungan hidup yang baru di dunia perkawinan, akan mudah menimbulkan stres, depresi, kecemasan atau panik yang bahkan bisa menimbulkan situasi yang menyebabkan anak menjadi ingin bunuh diri atau menyakiti diri,” tutur perempuan yang sudah menjadi psikolog sejak 2012 lalu.

Rensi mengakui bahwa di tengah masyarakat ada pandangan bahwa menikahkan anak bawah umur, khususnyaanak perempuan yang telanjur hamil dianggap sebagai solusi terbaik untuk menghindari aib, sekaligus memperjelas status ayah dari bayi yang dikandung anak perempuan tersebut.

Menurut Rensi, di satu sisi tindakan menikahkan anak usia dini tersebut sah-sah saja. Namun dia juga mengingatkan bahwa di sisi lain akan memunculkan berbagai problem baru.

Rensi menyebut bahwa dampak negatif pernikahan usia dini memang lebih tinggi dampaknya bagi anak perempuan. Dampak yang dihadapi anak perempuan yang menjalani pernikahan dini antara lain rentan menjadi korban KDRT. Jika terjadi perceraian, perempuan terpaksa akan menjadi orang tua tunggal bagi sang anak.

“Selain itu, harus menghadapi stigma negatif dari keluarga maupun lingkungan sekitar,” sebut Rensi.

Anak perempuan yang menjalani perkawinan dini berisiko menghadapi berbagai masalah kesehatan, terutama kesehatan akibat organ reproduksi yang masih belum matang. Ada risiko terjadi pendarahan atau keguguran saat terjadi kehamilan, anak lahir cacat, hingga kematian ibu atau bayi saat proses persalinan.

Rensi juga mengingatkan dampak lain dari perkawinan usia dini yang juga harus diperhatikan, yakni dampak sosial ekonomi. Menurutnya pasangan yang menikah pada usia dini belum siap untuk beradaptasi dengan kehidupan masyarakat serta belum mandiri secara ekonomi.

“Ketidaksiapan ekonomi atau membiayai kehidupan rumah tangga sering menimbulkan banyak masalah yang dialami keluarga yang menikah pada usia dini,” ucapnya.

Karena tingginya risiko dan dampak buruk yang terjadi dalam sebuah perkawinan anak usia dini, Rensi menyarankan agar sebisa mungkin dicegah pernikahn dini di masyarakat.

Rensi juga mengingatkan para orang tua yang anaknya menjalani pernikahan dini, agar selalu memberikan pendampingan, demi menghindari atau mengurangi hal-hal negatif yang sering muncul dalam perkawinan usia dini.

“Anak anak harus diberi support secara emosional dan tetap diberi bimbingan, contoh, dan teladan dalam menjalani kehidupan berumah tangga,” pungkasnya. (irj/sja/ce/ala/kpfm)

265 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.