Ulama dari 40 Negara Bahas Fikih Peradaban

FOTO : Kompas.id

SURABAYA – Sebanyak 68 foto lawas terpampang rapi dalam pameran di Hotel Shangri-La, Surabaya, Minggu (5/2). Di bawah foto-foto tersebut, terdapat penjelasan ringkas. Itu adalah rangkaian foto dan dokumen perjalanan Komite Hijaz yang dilakukan KH Wabah Hasbullah dan Syekh Ghanaim Al Amir sebagai utusan NU yang bertemu Raja Ibn Saud pada 1928.

Pameran foto dan dokumen Komite Hijaz itu dibuka langsung oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Gus Yahya –sapaannya– berkeliling melihat langsung manuskrip-manuskrip kuno itu. Foto dan dokumen tersebut cukup lengkap terkait gambaran perjalanan Komite Hijaz. Dalam foto juga dimuat kapal yang dipakai untuk berlayar. Namanya kapal Plancius yang berlayar dari Pelabuhan Tanjung Perak.

Kapal yang dinaiki dari Pelabuhan Tanjung Perak transit di Singapura. Di sana, KH Wahab Hasbullah bertemu ulama ahlusunah waljamaah. KH Wahab juga singgah di Johor, Malaysia. Dokumen-dokumen menggambarkan pertemuan KH Wahab dengan sejumlah ulama Madinah hingga bertemu dengan Raja Ibn Saud untuk menyampaikan aspirasi dari organisasi ulama ahlusunah waljamaah.

Dokumen juga menggambarkan kepulangannya melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Dari Jakarta, KH Wahab tidak langsung ke Surabaya. Dia menemui sejumlah ulama untuk menceritakan perjalanannya selama di Arab Saudi. Dari Jakarta, KH Wahab singgah ke Jogjakarta. Lalu, ke Jombang sebelum sampai di Surabaya untuk menggelar rapat resmi di Kantor PBNU, Jalan Bubutan, Surabaya. Saat ini gedung itu berfungsi sebagai kantor PCNU Surabaya. 

Gus Yahya menyampaikan, Kiai Wahab adalah ulama yang berpandangan modern. Jalan dakwahnya pun melalui media massa atau surat kabar. Kala itu dia mendirikan surat kabar Soeara Nahdlatul Oelama. Karena itu, jelas Gus Yahya, Kiai Wahab adalah sosok wali peradaban. Sejak muda dia konsen terhadap perubahan-perubahan peradaban besar di dunia. ’’Kiai Wahab Hasbullah adalah ulama peradaban. Ini membuka ingatan kita apa yang diperjuangkan muassis adalah komitmen atas perjuangannya,’’ tegas Gus Yahya.

Momen pameran foto dan dokumen Komite Hijaz itu mengawali Muktamar Internasional Fiqih Peradaban yang digelar hari ini. Gus Yahya menjelaskan bahwa rangkaian peringatan satu abad NU itu bakal dihadiri 79 ulama ahli fikih dunia. Para ulama yang mengonfirmasi hadir berasal dari 40 negara. ’’Yang sudah hadir sekitar 60 ulama dari 79 yang telah konfirmasi hadir,’’ jelasnya.

Muktamar Fiqih Peradaban diharapkan melahirkan diskursus atau wacana tentang peradaban ke depan. Salah satu yang akan dibahas terkait dengan Piagam PBB. Sebab, Piagam PBB memiliki implikasi yang signifikan dalam memengaruhi peradaban dunia. ’’Maka, di usia NU yang mencapai 100 tahun ini bisa membawa perubahan bagi peradaban dunia yang lebih baik,’’ tuturnya.

Terpisah, Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menuturkan, fikih peradaban yang digagas PBNU mendudukkan hukum Islam untuk kemanusiaan. ’’Ini memberi nilai positif untuk menempatkan fikih sesuai tujuannya. Yakni, kemaslahatan kemanusiaan,’’ ujar Tholabi.

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia itu mengatakan, perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini cukup dinamis. Perubahan tersebut perlu diikuti dengan cara baca yang baru dalam melihat teks-teks sumber hukum Islam. Menurut dia, dibutuhkan cara baca untuk mendekatkan disparitas antara teks-teks suci dan realitas peradaban saat ini.

Tholabi yang juga dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjelaskan upaya yang perlu dilakukan saat ini. Di antaranya, menggali teks klasik peninggalan para pemikir Islam terdahulu untuk didialogkan dengan realitas saat ini. Tujuannya, mencari titik temu di antara keduanya dan apa perbedaannya. ’’Serta pertimbangan konsekuensi apabila pandangan fukaha tempo dulu diterapkan pada realitas saat ini,’’ kata dia.

Menurut Tholabi, fikih peradaban yang digagas PBNU itu patut direspons positif oleh kalangan sarjana Islam. Khususnya di lingkungan perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia. Menurut dia, upaya kolaboratif kalangan ulama di pesantren dan sarjana di perguruan tinggi harus dirintis guna menyemai pikiran konstruktif untuk kemaslahatan umat. (mar/wan/c7/oni/jpg/ala/kpfm)

271 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.