MK Akan Tentukan Sikap Terhadap Denny Indrayana
JAKARTA – Kepastian soal sistem pemilu akan diketahui. Mahkamah Konstitusi dijadwalkan bakal membacakan putusan pagi ini. Menanggapi hal itu, Komisi Pemilihan Umum menegaskan, apapun putusan MK, akan dilaksanakan.
“Prinsip berkepastian hukum menjadi salah satu prinsip yang harus kami pedomani dalam menyelenggarakan tahapan pemilu,” kata komisioner KPU RI Idham Holik mengomentari putusan MK kemarin.
Untuk itu, pihaknya akan menunggu keputusan MK. Yang pasti, apapun keputusannya, tahapan pemilu akan jalan sesuai jadwal. “Insya allah semua ini akan berjalan sesuai apa (jadwal) yang ditetapkan KPU,” imbuhnya.
Sementara itu, pakar kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini memperkirakan MK akan bersikap bijak. Yakni dengan menyerahkan kebijakan sistem pemilu pada pembuat UU. Hal itu dilihat dari pendapat yang banyak disampaikan para ahli juga pihak terkait dalam persidangan.
Titi juga berpendapat l, tidak ada persoalan konstitusionalitas dalam sistem pemilu. Baik terbuka maupun tertutup, keduanya boleh digunakan. “Tidak ada norma undang-undang dasar yang disimpangi,” ujarnya kemarin.
Di dalam UUD 1945, konstitusi tidak mengatur harus menggunakan sistem apa. Sehingga penentuan kebijakan diserahkan pada pembentuk UU yakni DPR dan Pemerintah.
Masing-masing sistem pemilu, lanjut Titi, memiliki implikasi teknis. Jika terbuka misalnya, konsekuensinya akan memicu kompetisi tidak hanya antar partai tapi dalam satu partaipun akan berkompetisi.
“Kalau tertutup, yang kampanye hanya partai dan caleg nomor urut atas. Caleg dengan nomor urut bawah peluang keterpilihan kecil,” imbuhnya.
Analis Politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menambahkan, masing-masing sistem memiliki kekurangan yang di sisi lain menjadi kelebihan sistem sebaliknya. Sistem terbuka misalnya, minusnya bisa memunculkan persaingan di internal partai, melemahkan posisi partai politik, mengesampingkan tautan platform, visi dan misi partai hingga kekuatan party ID.
Kemudian, sistem ini juga merusak sistem meritokrasi dan kaderisasi parpol. “Yang tadinya bukan kader partai, lalu tiba-tiba bisa nyelonong jadi caleg,” ujarnya. Berbagai kekurangan itu, relatif tidak ditemukan di sistem tertutup.
Namun sebaliknya, sistem tertutup juga punya banyak kelemahan jika dibanding. Yang paling utama adalah mengurangi interaksi kader partai dengan pemilih.
“Caleg tidak mau bekerja keras untuk mengkampanyekan dirinya dan partai, sebab mereka percaya yang bakal dipilih adalah caleg prioritas nomor urut satu, bukan basis suara terbanyak,” imbuhnya.
Kelemahan lainnya, lanjut Pangi, sistem tertutup akan menguatkan oligarki di internal partai politik. Sebab, ada kemungkinan elit lebih mengutamakan kelompok. Bagi pemilih, proporsional tertutup juga seperti memilih kucing dalam karung.
Sementara itu, Partai politik harap-harap cemas menunggu putusan MK. Bendahara Umum DPP Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, para caleg saat ini tengah ‘wait and see’ menunggu sikap MK.
Para caleg, kata Sahroni, khawatir MK memutuskan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. Menurutnya, para caleg pasti akan mundur, jika MK memutuskan proporsional tetutup. Sebab, partai yang dipilih, bukan memilih caleg secara langsung. “Seluruh caleg akan ramai-ramai mundur,” terangnya.
Dengan sistem coblos partai, para caleg tidak bisa bersaing mendapatkan suara. Jadi, buat apa lagi mereka maju sebagai caleg, kalau mereka tidak bisa bersaing secara terbuka.
Tentu, kata dia, akan terjadi gejolak di internal partai politik. Partai akan kelabakan jika para calegnya mundur. Sebab, selama ini para caleg yang berjuang meraih suara. “Gejolak itu akan sangat terasa, kalau diputuskan sistem tertutup,” terang Wakil Ketua Komisi III itu.
Sahroni berharap, MK bisa memberikan putusan yang menggembirakan bagi para caleg. Yaitu, tetap dengan sistem proporsional terbuka. “Mudah-mudahan MK mengeluarkan putusan yang bijak dan menggembirakan,” bebernya.
Sementara itu, juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan pihaknya akan menyampaikan sikap resmi atas pernyataan Denny Indrayana beberapa waktu lalu. “Usai sidang pengucapan putusan, Mahkamah Konstitusi akan menggelar konferensi pers menyampaikan sikap dan tanggapan resmi kelembagaan,” ujarnya.
Fajar belum bisa membeberkan langkah apa yang akan diambil MK. Namun dia menegaskan, apa yang disampaikan Denny tidak dibenarkan
Bagi MK, pernyataan tersebut telah menimbulkan pandangan negatif kepada institusi. “Yang berdampak langsung pada kredibilitas dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses persidangan dan putusan MK,” pungkasnya. (far/lum/jpg/ala/kpfm)