Koalisi Keadilan Berharap Diselesaikan melalui Restorative Justice
PALANGKA RAYA-Tiga petani yang dituduh mencuri sawit milik PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA) masih meringkuk di dalam jeruji besi. Dukungan terhadap para tersangkat tak pernah surut, masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Keadlilan terus mengawal perkara yang menjerat petani dari Desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar).
Juru bicara Koalisi Keadilan Janang Firman membeberkan, berkas perkara yang dilimpahkan oleh kepolisian ke Kejaksaan dinyatakan lengkap alias P21. Artinya, kasus yang menjadikan tiga orang warga sebagai tersangka ini tidak lama lagi dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Ketiga tersangka yang dituduh mencuri sawit sehingga menyebabkan kerugian Rp2,9 juta tersebut adalah Aleng Sugianto (63 tahun), Maju (63) dan Suwadi (40).
Menyikapi perkara yang menjerat rakyat ini, Koalisi Keadilan yang banyak diisi oleh para penggiat lingkungan ini akan fokus untuk melakukan respon terhadap proses berjalannya kasus ini di pengadilan nantinya.
“Sekaligus kami juga mempersiapkan aksi-aksi, terutama kawan-kawan di Pangkalan Bun. Selain itu dari koalisi akan mempersiapkan strategi hukum yang akan dilakukan saat di pengadilan nanti,” ujar Firman kepada wartawan, kemarin (20/6).
Ia mengaku sangat menyayangkan karena kasus ini sudah proses P21. Sebab, pihaknya berharap bahwa seharusnya permasalahan ini bisa diselesaikan melalui upaya restorative justice. Ditanya apakah nantinya akan melakukan demonstrasi kembali, pihaknya mengaku belum memfinalkan jadwal tersebut.
“Karena masih melihat situasi, proses, hingga jadwal sidang di pengadilan nanti,” tandasnya.
Permasalahan ini juga mendapat sorotan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan HuKkum (LBH) Palangka Raya. Pihaknya menyebut kasus ini berawal dari sengketa pembagian plasma.
Direktur YLBHI LBH Palangka Raya, Aryo Nugroho Waluyo mengungkapkan, awal mula kasus dugaan pencurian oleh tiga orang petani Desa Kinjil ini berawal dari pembagian plasma.
Saat itu, lanjut Aryo, salah satu dari tiga orang petani Desa Kinjil yang kini ditangkap, yakni Aleng, memutuskan menyerahkan lahan miliknya untuk dijadikan plasma sawit dengan perjanjian 50:50 setelah panen bersama dengan pihak perusahaan.
“Namun, pada kenyataannya, pihak perusahaan tidak mentaati kesepakatan tersebut, persoalan inilah yang kemudian membuat warga setempat tidak terima sehingga akhirnya melaporkan PT BGA ke RSPO pada tahun 2016,” jelas Aryo kepada Kalteng Pos, Selasa (20/6).
Selanjutnya, sambung Aryo, pada tahun 2020 RSPO selaku organisasi yang menaungi perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalteng, yang mana PT BGA merupakan salah satu anggotanya, telah menyatakan sengketa plasma tersebut di luar lokasi Hak Guna Usaha (HGU) milik PT BGA.
“Tahun 2020 RSPO menyatakan sengketa plasma tersebut diluar HGU PT BGA,” katanya.
Saat ini, lanjut Aryo, kasus tersebut masih berlanjut dan sudah memasuki tahap II di tingkat kejaksaan setempat. Aryo berpendapat, kasus tersebut tidak adil bagi Aleng dan dua rekannya karena mereka merupakan korban yang tanahnya diambil oleh pihak PT BGA.
“Sementara sekarang PT BGA melaporkan mereka dengan tuduhan mencuri. Secara hukum, PT BGA juga bersalah jika benar menanam sawit di luar HGU milik mereka,” tegasnya. (dan/ala/kpfm)