Pengamat Menilai Figur Sangat Menentukan Keterpilihan
PALANGKA RAYA-Persaingan ketat memperebutkan kursi legislatif di Senayan mulai terlihat di daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Tengah (Kalteng). Para calon yang maju merupakan nama-nama beken yang memiliki popularitas serta basis massa. Nama-nama tersebut terlihat dari daftar caleg sementara (DCS) yang dipublikasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng.
Kejutan nyaris terjadi di semua partai politik. Di kubu PDIP, ada nama Sigit K Yunianto yang merupakan Sekretaris DPD PDIP Kalteng dan Ketua DPRD Kota Palangka Raya. Keduanya akan bersaing dengan incumbent saat ini, yakni H Agustiar Sabran dan Willy M Yoseph. Kemudian di PAN juga ada nama mantan Wakapolda Kalteng Irjen Pol (Purn) Ida Oetari Poernamasasi dan beberapa nama baru yang tak kalah mentereng.
Pengamat politik Dr Jhon Retei Alfri Sandi menyebut ada perang bintang bacaleg DPR RI dapil Kalteng. Menurut Jhon, sejak dahulu peluang untuk mendapatkan kursi DPR RI dapil Kalteng sangatlah kecil. Hanya ada enam kursi yang bisa ditempati, menyesuaikan jumlah penduduk Kalteng.
“Terkait cara pemilihan, masih sama saja, yakni menggunakan sistem terbuka, tetapi peluang untuk bisa duduk di kursi DPR RI Kalteng dari dahulu sangatlah kecil, karena hanya ada enam kursi. Melihat nama-nama yang ada saat ini, tentu persaingan akan menjadi lebih ketat,” ucap Jhon kepada Kalteng Pos, Minggu (20/8).
Ia juga menyebut bahwa pada pemilihan legislatif 2019 lalu, yang berhasil duduk di kursi dapil Kalteng didominasi partai besar. Saat itu PDIP berhasil mengamankan dua kursi.
“Saat ini PDIP ketat untuk perebutan kursi DPR RI, ada penambahan caleg seperti Sigit K Yunianto yang merupakan KSB,” tuturnya.
Menurut pengamatannya, saat ini PAN juga mempersiapkan untuk mengembalikan kejayaan partai seperti tahun-tahun sebelumnya. Dengan sistem yang tidak berubah, kapasitas dan kemampuan individual sangat memengaruhi.
“Nomor urut tidak menjadi jaminan untuk bisa duduk, terkecuali menggunakan sistem proporsional tertutup, maka peluang Pak Sigit akan lebih besar karena statusnya sebagai sekretaris. Sementara pada sistem proporsional terbuka, individu dan sistem kerja partai sangat berpengaruh dalam pemilihan,” ungkap Jhon.
Hal tersebut, lanjutnya, seperti pada pemilu 2019, kursi akan dilimpahkan ke suara terbanyak. Namun apabila saat pemilihan, pemilih lebih condong mencoblos gambar partai dan bukan mencoblos figur, tentu suara yang diperoleh akan menjadi milik partai.
“Apabila itu terjadi, partai memiliki kebijakan bahwa suara konstituen partai akan dilimpahkan ke caleg berdasarkan nomor urut, sistem itu juga memberikan peluang terhadap nomor urut apabila suara kontituen lebih banyak ke partai daripada ke caleg. Sehingga kemungkinan bahwa partai akan mengamankan fungsionaris,” tambah Jhon.
Akan tetapi pada pileg 2019 lalu, Willy M Yoseph menjadi caleg dengan perolehan suara terbanyak. Di mana perolehan itu berdasar suara konstituen individual. Karena itu, figur akan sangat berpengaruh terhadap hasil pemilihan nanti. (irj/ce/ala/kpfm)