Harga Komoditas Hortikultura Naik, Pedagang Sayur Alami Kelesuan Pembeli

Melihat Dampak Kemarau di Palangka Raya

TERDAMPAK KEMARAU: Harga komoditas pangan di pasar tradisional mengalami kenaikan, tampak pedagang sayur di Pasar Besar Palangka Raya, kemarin (8/10). Foto: AKHMAD DHANI/KALTENG POS

Kemarau panjang yang melanda Kalteng memiliki dampak terhadap semua sektor. Tidak hanya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menyebabkan kabut asap, kemarau juga menyebabkan sejumlah daerah mengalami kesulitan air bersih dan juga berdampak pada harga komoditas pangan. 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

PEDAGANG sayur di Pasar Besar Palangka Raya turut merasakan dampak dari kemarau. Mereka mengalami kelesuan pembeli karena harga komoditas hortikultura yang sudah naik di tingkat petani. Kenaikan itu disinyalir terjadi akibat proses produksi yang terganggu akibat kemarau. Tak hanya sayur-mayur, harga beras juga berfluktuasi akibat kemarau tahun ini.

Senema harus merasakan kelesuan pembeli sejak satu bulan terakhir. Satu persatu dagangan sayurnya terus-menerus mengalami kenaikan sejak saat itu. Wanita berusia 50 tahun itu dibuat kaget oleh harga sayur yang sudah naik di tingkat petani melalui setiap penyuplai yang datang padanya.

“Lombok (cabai rawit, red) naik turun sejak sebulan terakhir, kenaikannya Rp2.000, dari yang sebelumnya Rp2.000 menjadi Rp4.000. Sebelumnya turun dua ribu,” beber Senema saat dijumpai Kalteng Pos di lapaknya, Minggu (8/10).

Ia sendiri menyuplai cabai rawit dari Tangkiling (Palangka  Raya), Kapuas, dan Barabai (Hulu Sungai Tengah). Tak hanya cabai rawit, timun dan kacang panjang juga mengalami kenaikan sejak satu bulan terakhir. Timun mengalami kenaikan Rp13 ribu perkilo. Mereka sudah membeli di tingkat penyuplai seharga Rp10 ribu perkilo. Sementara sebelum mengalami kenaikan, timun perkilonya di tingkat penyuplai hanya seharga Rp3-5 ribu perkilo sebelum masuk musim kemarau tahun ini.

“Kacang panjang tinggi naiknya. Kini satu ikatnya seharga Rp18 ribu, kami beli di tingkat penyuplai harganya sudah Rp15 ribu. Sebelum naik, kacang panjang harganya hanya Rp3-5 ribu per ikatnya, jadi naik sekali, naik sudah satu bulanan lebih sejak kemarau ini,” sebutnya seraya menyebut bahwa mereka mendatangkan sayur dari Kapuas, Tangkiling, dan Barabai.

Akibat kenaikan harga sayur mayur tersebut, Senema mengaku pembeli turun drastis sejak satu bulan terakhir. “Turun drastis, sepi pembeli, karena harga sayurnya menjadi larang,” tuturnya.

Di tempat yang sama, salah satu pedagang beras bernama H Udin menyebut harga beras turut mengalami kenaikan sejak lebih dari satu bulan terakhir. Harga beras jawa mengalami kenaikan yang tinggi. Satu sak beras jawa yang semula seharga Rp65 ribu kini naik dengan harga Rp77 ribu. Kenaikan juga dialami oleh beras lokal atau beras karau, meski dengan kenaikan yang tidak signifikan, yakni sebesar Rp2 ribu. Naik sejak dua minggu terakhir.

“Harga beras ini berfluktuasi terus, terutama saat masuk musim kemarau tahun ini,” kata Udin saat ditemui Kalteng Pos di warungnya, kemarin.

Udin menduga kenaikan harga beras jawa itu terjadi karena kekeringan yang terjadi di lokasi pertanian di sana. Makanya harga beras jawa mengalami kenaikan yang signifikan. Belum  lagi biaya distribusi.

“Makanya kenaikan beras jawa itu karena faktor alam di daerah produsen yang terjadi kemarau tanah di sana kan kering. Kalau di sini saya rasa tidak terlalu terpengaruh, makanya beras lokal kita tidak naik signifikan,” tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Kalteng, Hj Sunarti mengatakan, komoditas hortikultura sangat terdampak akibat datangnya musim kemarau. Berbeda dengan komoditas pangan seperti beras yang kini sudah masuk masa panen.

“Komoditas hortikultura seperti kangkung, bayam, sawi, timun, kacang panjang kena dampak. Akibat kabut asap fotosintesis tanaman terganggu, di bawahnya juga tidak ada air, makanya harga-harga mahal,” beber Sunarti kepada wartawan, Kamis (5/10).

Disebutkan Sunarti, kacang panjang di pasaran kini tembus Rp30 ribu. Sementara di musim-musim panen harga normalnya tak sampai Rp10 ribu. Kondisi seperti ini dialami oleh para petani hortikultura sejak pertengahan September lalu.

“Komoditas hortikultura terdampak sejak pertengahan September ke sini, saat ini pertanaman masih terus jalan, tetapi membutuhkan energi ekstra, seperti memompa air untuk pertumbuhan tanaman,” jelasnya.

Adapun komoditas hortikultura di Kalteng saat ini banyak diproduksi di Kota Palangka Raya. Khususnya dari daerah Kelurahan Kalampangan dan Kelurahan Bukit Tangkiling. Saat ini petani di wilayah setempat memang tetap berproduksi, hanya saja harga komoditas yang menjadi tinggi akibat kendala produksi.

“Biaya produksi jadi tinggi. Mereka (petani, red) perlu memompa air dan memerlukan tambahan BBM, sehingga harga jadi naik,” ujarnya.

Kendati demikian, Sunarti memastikan bahwa ketersediaan komoditas-komoditas hortikultura yang kini terdampak kemarau masih bisa tetap tersedia. Pihaknya berupaya agar modifikasi cuaca bisa dilakukan sehingga komoditas hortikultura tidak lagi terdampak.

“Demand and supply tidak terganggu, masih ada tersedia di pasar. Ada konsumen, yang penting ada barangnya, berapapun harganya,” tandasnya. (*/ala/kpfm)

491 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.