Jabatan Kades Resmi Delapan Tahun, Pengawasan Kinerja Diperkuat

PALANGKA RAYA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi Undang-Undang (UU) Desa, Kamis (28/3). Salah satu poin penting yang tertuang dalam UU Desa itu adalah perihal masa jabatan kepala desa (kades) yang bertambah. Legislatif sepakat untuk mengubah masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 8 tahun, dan dapat dipilih kembali paling banyak dua kali masa jabatan.

Ketetapan perihal penambahan masa jabatan kades tersebut menuai respons dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari pengamat pemerintahan. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR), Farid Zaky Yopiannor berpendapat, perpanjangan masa jabatan kades dapat menjadi angin segar bagi aparat desa atau kepala desa. Sebab, secara relatif tuntutan mereka disahkan oleh DPR.

“Delapan tahun adalah waktu yang panjang untuk fokus pada peningkatan kinerja dalam membangun desa. Positifnya, ada kesinambungan pembangunan melalui masa jabatan yang relatif panjang,” ujar Zaky kepada Kalteng Pos, Senin (1/4).

Meski demikian, menurut Direktur Eksekutif Barometer Kebijakan Publik dan Politik Daerah (Bajakah) Institue itu, dalam perubahan suatu kebijakan selalu ada konsekuensi yang tak diinginkan. Terkait dengan UU Desa terbaru, ada potensi penyalahgunaan jabatan dari kades yang menjabat terlalu lama. Maka dari itu, perpanjangan masa jabatan kades harus dikawal dari segala lini, karena bisa saja ada potensi ketidakefektifan kinerja akibat kekuasaan yang panjang. Ada potensi berupa sirkulasi kepemimpinan demokratis di desa yang tidak berjalan baik.

“Dilihat dari kacamata politik, potensi penyalahgunaan jabatan juga besar. Namun dari kacamata administratif relatif bagus, karena pembangunan desa dapat berkesinambungan. Maka perlu iman politik yang kuat bagi para kades dan mekanisme kontrol yang baik dari publik agar pemerintah desa lebih efektif dan pembangunan desa bisa tercapai,” jelasnya.

Seiring makin lamanya masa jabatan kades, makin besar pula potensi penyalahgunaan jabatan tersebut. Maka dari itu, aspek pengawasan perlu ditingkatkan secara signifikan. Berkaca dari fakta-fakta selama ini, tak sedikit kades yang terjebak kasus-kasus yang bersifat maladministrasi. Hal itu terjadi karena akses pendidikan yang belum merata dan kapasitas administratif dari para kades yang mestinya perlu ditingkatkan.

“Saya melihat putusan itu sangat kompromistis, karena momentumnya yang pas banget dengan tahun politik, ada pergantian kepemimpinan, sehingga nilai tawar dari para kades sangat kuat. Dalam politik praktis, posisi kades ini merupakan investasi elektoral yang menjanjikan bagi para politisi,” ujarnya.

Di samping kontrol kuat dari publik untuk mengawasi kinerja kades, Zaky menyebut peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) kades juga tidak kalah penting untuk diperhatikan. Perlu diupayakan agar kades memiliki pendidikan minimal strata satu atau sarjana. Diperlukan adanya peran kolaboratif antara pemerintah daerah dengan universitas untuk memberikan skema peningkatan kapasitas pendidikan bagi para kades agar mereka dapat bekerja dengan lebih baik.

“Jabatan diperpanjang, kapasitas pendidikan juga harus ditingkatkan, minimal sarjana, lebih bagus lagi kalau S-2,” ucapnya.

Sementara itu, Kades Kinipan periode 2018-2024, Willem Hengki mengatakan, karena aturan itu sudah disahkan, maka ia tentu akan mematuhi aturan yang berlaku. Kendati secara pribadi menolak, tetapi suara mayoritas anggota Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi) menginginkan agar jabatan kades diperpanjang.

“Kalau memang kawan-kawan yang mengusulkan, lalu DPR dan pemerintah menyetujui, itu akan kami laksanakan dan ikuti. Menurutku tidak ada persoalan. Kalau sudah diputuskan, suka tidak suka kami harus laksanakan sesuai undang-undang berlaku,” ungkapnya saat dihubungi Kalteng Pos, kemarin.

Hengki menyebut masa jabatannya akan berakhir pada November mendatang. Namun dengan berlakunya undang-undang tersebut, otomatis masa jabatannya diperpanjang dua tahun ke depan.

“Intinya, kalau saya sih ikut aja, tapi kalau ditanya setuju atau tidak dengan undang-undang itu, saya memang kurang setuju karena terkesan ambisius. Toh kalau memang kinerjanya bagus dalam waktu enam tahun, tidak perlu perpanjangan masa jabatan, tinggal mencalonkan diri aja lagi, bisa terpilih lagi,” ucap anggota Apdesi Lamandau pada Biro Pedesaan dan Desa Tertinggal itu. (dan/ce/ala/kpfm)

211 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.