Perang Lawan Judi Online, Masyarakat Kecil Jadi Korban, Negara Harus Hadir

kpfmpalangkaraya.com, JAKARTA – Memberantas judi online (judol) menjadi salah satu konsentrasi utama pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Mantan Danjen Kopassus itu menyoroti dampak negatif judi online yang telah merugikan masyarakat luas. Ketua Umum Partai Gerindra itu menegaskan, judi online harus diselesaikan sampai ke akar-akarnya.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan, arahan Presiden Prabowo Subianto soal pemberantasan judi online harus dilakukan dengan serius tanpa kompromi.

“Dalam rapat kabinet hari ini (kemarin, red), Presiden Prabowo menginstruksikan agar tidak ada kongkalikong atau perlindungan terhadap pelaku (judi online, red). Beliau menekankan kerja sama lintas kementerian dan lembaga untuk memberantas masalah ini secara tuntas,” ucap Meutya Hafid usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/24).

Meutya Hafid menambahkan, upaya pemberantasan judi online terus berlanjut hingga benar-benar terselesaikan. “Perang melawan judi online adalah upaya jangka panjang, bukan operasi sesaat atau yang dibatasi waktu. Presiden menekankan bahwa masyarakat kecil sering menjadi korban, sehingga negara perlu memberikan perhatian khusus,” jelasnya.

Prabowo menggarisbawahi, judi online merupakan masalah bersama yang membutuhkan partisipasi dari berbagai pihak untuk benar-benar tuntas. Ditambah pula dengan dibentuknya desk khusus oleh Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Kemenkopolkam). Salah satu poin dari desk itu menyangkut pemberantasan judi online.

Diberitkan sebelumnya, praktik judi online di masyarakat kian memprihatinkan. Selain perputaran uang yang terus meningkat, paparan dari praktik undi nasib itu kian meluas.

Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI Rabu (6/11/24) di gedung DPR, Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menganalisis permainan haram itu sudah menjangkit anak-anak. Bahkan yang berusia di bawah 10 tahun.

“Judi online cenderung makin merambah ke usia terendah, bahkan usia kurang dari 10 tahun,” ujar Ketua PPATK Ivan Yustiavandana. Pelaku judol di bawah usia 10 tahun berada di angka 2,02 persen.

Yang lebih memprihatinkan lagi, porsi uang yang digunakan dibanding penghasilan pun kian besar. Untuk pemain judol dengan pendapatan Rp 0-1 juta per bulan misalnya, mereka berani menaruh sampai 69 persen penghasilannya untuk judi.

“Dahulu orang terima Rp1 juta hanya akan menggunakan Rp100-200 ribu untuk beli (judi) online, sekarang sudah sampai Rp700 ribu digunakan untuk judi,” imbuhnya.

Data itu berbanding lurus dengan meningkatnya perputaran uang di judol tahun ini. Pada semester pertama 2024, perputaran uang mencapai Rp174 triliun. Kemudian hingga pertengahan semester kedua, angkanya sudah mencapai Rp283 triliun.

Jika dengan pola intervensi satgas melakukan pemberantasan seperti saat ini, Ivan memperkirakan total perputaran uang yang masuk judol mencapai Rp404 triliun.

Kian luasnya paparan judol di Indonesia, dalam analisisnya disebabkan akses yang kian mudah. Bahkan, dengan uang 10 ribu rupiah, masyarakat sudah bisa mempertaruhkan nasib. Oleh karenanya, PPATK bersama satgas akan terus mengintervensi praktik tersebut. (jpg/ce/ala/kpfm)

147 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.