Bincang-Bincang dengan Uskup Palangka Raya, Mgr Dr Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka MSF
Sabtu (14/12/24), Podcast Ruang Redaksi mendapat kesempatan berbincang-bincang dengan salah satu tokoh penting di Kalimantan Tengah. Tamu spesial kali ini adalah Uskup Palangka Raya, Mgr Dr Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka MSF. Ada beberapa poin menarik yang dibahas dalam pembicaraan pagi itu.

PETRUS SN, Palangka Raya
INDONESIA sebagai salah satu negara, diwarnai dengan kebinekaan. Entah suku, ras, golongan, maupun agama. Salah satu agama yang diakui adalah Katolik. Meski di Indonesia penganut Katolik termasuk minoritas, tetapi agama ini memiliki cukup banyak pengikut di berbagai belahan dunia.
Agama Katolik dikenal dengan hierarki gerejanya yang sangat solid, mulai dari Paus di Vatikan hingga diakon di tingkat paling bawah. Termasuk uskup, yang punya tugas memimpin umat di suatu wilayah keuskupan.
Di Provinsi Kalimantan Tengah, penganut agama Katolik pun cukup banyak. Umat Katolik di wilayah ini berada di bawah naungan Keuskupan Palangka Raya, yang wilayah yuridiksinya mencakup seluruh Kalimantan Tengah, memiliki empat dekanat (Palangka Raya, Barito, Kotawaringin Timur, dan Kotawaringin Barat), serta puluhan paroki.
Keuskupan yang memisahkan diri dari Keuskupan Banjarmasin pada 5 April 1993 lalu, kini dipimpin Mgr Dr Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka MSF. Di bawah kepemimpinannya, keuskupan ini mengemban visi gereja yang hidup dalam kasih karunia Allah, mewujudkan imannya akan Tuhan dalam keterlibatan meningkatkan harkat manusia dan melestarikan alam.
Berikut perbincangan dengan Uskup Palangka Raya, Mgr Dr Aloysius Maryadi Sutrisnaatmaka MSF.
*) Bapak Uskup, boleh dijelaskan gambaran singkat profil Keuskupan Palangka Raya?
Uskup: Keuskupan Palangka Raya merupakan keuskupan sufrag pada provinsi gerejani Keuskupan Samarinda, yang juga dalam kesatuan dengan Keuskupan Agung Samarinda, Keuskupan Banjarmasin, dan Keuskupan Tanjung Selor. Keuskupan Palangka Raya dimekarkan dari Keuskupan Banjarmasin pada tahun 1993. Uskup pertama Mgr Yulius Aloysius Husin MSF (5 April 1993 – 13 Oktober 1994, wafat). Sejak Oktober tahun itu, silih berganti keuskupan dipimpin oleh administrator selama kurang lebih tujuh setengah tahun. Administrator ini bertugas menjalankan tugas-tugas administratif keuskupan, tetapi tidak bisa melakukan tugas utama seorang uskup, seperti menahbiskan imam, mendirikan paroki baru, dsb.
Barulah pada Januari 2001, saya ditahbiskan menjadi Uskup Palangka Raya hingga sekarang ini. Awal saya memimpin, keuskupan ini hanya memiliki 35 ribu umat, 15 paroki, dan 26 imam (6 imam diosesan dan 20 imam tarekat). Sedangkan wilayah yuridiksi keuskupan mancakup seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Kondisi saat itu jauh berbeda dengan saat ini. Di mana jumlah umat telah mencapai 101 ribu, 31 paroki, dan 89 imam (31 imam diosesan dan 50-an imam tarekat).
*) Sebagai organisasi gerejawi, visi dan misi apa yang diusung Keuskupan Palangka Raya dalam karya pastoral di wilayah Kalimantan Tengah?
Uskup: Ketika memulai tugas saya sebagai uskup, langkah pertama yang saya lakukan adalah mengajak dan mengumpulkan para imam untuk merumuskan visi dan misi, agar ada kejelasan arah dalam karya pastoral keuskupan. Kemudian dirumuskan bahwa gereja yang hidup dalam kasih karunia Allah, melaksanakan imannya dengan meningkatkan martabat manusia dan melestarikan alam. Sejak dicanangkan, visi dan misi keuskupan ini terus diperbarui, diperjelas, dan dipertahankan hingga saat ini.
Visi meningkatkan martabat manusia yang dimaksud lebih diprioritaskan pada aspek kesejahteraan umat (perekonomian). Selain itu, visi ini juga tak lepas dari pemberdayaan aspek iman umat, liturgi, ibadah, dll. Upaya meningkatkan martabat manusia ini dikembangkan melalui pelayanan pendidikan (sekolah) dan pelayanan kesehatan (rumah sakit, dll).
Visi lain yang diusung keuskupan adalah melestarikan alam (lingkungan). Upaya mewujudkan visi ini menghadapi tantangan berat pada tahun-tahun terakhir ini, seiring masifnya arus investasi yang masuk ke wilayah Kalteng. Eksploitasi alam besar-besaran dengan membabat hutan untuk keperluan investasi, berdampak pada kerusakan lingkungan, sehingga menimbulkan bencana alam yang makin sering terjadi. Seperti kebakaran hutan, kerusakan ekosisten sungai akibat tercemar limbah industri, dan bencana banjir karena pendangkalan sungai.
Gereja Katolik di Kalteng punya keprihatinan atas kondisi ini. Keuskupan Palangka Raya hadir dengan mengusung visi dan misi yang begitu mulia. Melalui para imam yang bertugas di paroki-paroki, dalam pewartaan selalu mengingatkan umat Katolik untuk menjaga, mencintai, dan melestarikan alam (lingkungan sekitar). Umat katolik selalu diajak untuk melawan ketamakan mengeksploitasi alam. Selain itu, ada langkah konkret yang dijalankan melalui upaya reklamasi hutan, seperti reboisasi.
*) Misi-misi apa saja yang diemban dan dijalankan untuk mewujudkan visi keuskupan?
Uskup: Dalam setahun, kami menggelar dua kali pertemuan. Pertemuan pertama pada bulan Februari, yang melibatkan para pastor. Sedangkan pertemuan kedua dinamai raker, yang melibatkan pastor, suster, bruder, komisi-komisi, dan wakil-wakil umat, membahas terkait tindakan atau langkah-langkah konkret yang bisa dan perlu diambil dalam upaya melestarikan alam di Kalimantan Tengah. Kami sepakat untuk menjalankan aksi penanaman pohon di wilayah masing-masing, dengan memanfaatkan lahan tidur. Seperti yang kami lakukan belum lama ini. Keuskupan bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan melalui dinas terkait, menanam pohon bersama di lahan keuskupan yang terletak di Jalan Lingkar Luar, melibatkan siswa-siswi sekolah menengah Katolik di Kota Palangka Raya.
Upaya ini akan menjadi sia-sia jika tanpa diikuti tindakan berkelanjutan, yakni perawatan pohon yang telah ditanam itu. Komitmen aksi keberlanjutan ini yang kami tekankan. Selain itu, tiap tahun kami adakan pertemuan untuk mengevaluasi apa saja yang telah dijalankan dan rencana kerja ke depannya.
Aksi yang kami lakukan ini sejalan dengan dorongan pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus, sebagaimana tertuang dalam ensiklik keduanya “Laudato si” (bahasa Italia tengah yang berarti “Puji Bagi-Mu”). “Terpujilah Tuhan yang telah menciptakan alam semesta begitu baiknya.” Oleh karena itu, alam semesta sebagai rumah bersama manusia, harusnya dijaga agar tetap seperti awal diciptakan, tetap baik adanya.
*) Sejauh mana peran Keuskupan Palangka Raya sebagai wakil gereja dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kalteng?
Uskup: Gereja Katolik merupakan gereja universal yang terbuka menerima siapa saja. Karena itu, sudah seharusnya umat Katolik pun terbuka untuk bersatu dalam masyarakat yang beragam ras, suku, golongan, maupun agama. Berjuang bersama dalam mengatasi masalah sosial masyarakat. Gereja Katolik melalui Keuskupan Palangka Raya sangat mendukung kerja sama lintas agama, baik dengan sesama Kristen, maupun dengan Islam, dan agama lainnya. Pemerintah memiliki program yang bagus dalam upaya membangun kerukunan antarumat beragama melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Gereja hadir sebagai anggota FKUB melalui wakilnya yang dinamai vikaris jenderal (vikjen) keuskupan. Prinsip yang dipegang Gereja Katolik di Kalteng dalam komitmennya mendukung persatuan antarumat beragama, sejalan dengan pepatah masyarakat Dayak; “Di mana bumi berpijak, di situ langit dijunjung.”
Gereja Katolik punya pandangan positif terhadap keberagaman agama di Kalteng. Dukungan konkret yang ditunjukkan Gereja Katolik sebagai bagian dari keanggotaan FKUB, salah satunya melalui sumbangsih pemikiran, ide, dan gagasan untuk membangun dan memperkuat kerukunan masyarakat Kalteng yang memiliki ragam budaya, suku, dan keyakinan. Dengan begitu bisa menekan dan meminimalkan potensi konflik yang dipicu oleh berbedaan keyakinan.
*) Bagi umat Kristen umumnya, bulan Desember menjadi momen istimewa karena adanya Natal. Apa hakikat perayaan Natal dalam keyakinan Gereja Katolik?
Uskup: Natal adalah perayaan menyambut kedatangan Sang Juru Selamat (Yesus Kristus). Salah satu perayaan penting dalam keyakinan Gereja Katolik. Karena begitu penting perayaan ini, maka ada masa persiapan selama satu bulan, yang dinamakan masa Adven. Dengan persiapan yang lebih baik, diharapkan umat Katolik bisa merayakan Natal dengan lebih pantas dan sungguh-sungguh.
Selama masa penantian atau persiapan itu, seorang Katolik dianjurkan untuk memperbaiki diri melalui pertobatan (kembali dari jalan yang salah). Selain itu, umat Katolik juga diajak memperbanyak perbuatan baik, seperti membantu sesama yang membutuhkan, memberikan perhatian kepada yatim piatu, kaum difabel, dll. Dengan demikian, perayaan Natal bukan hanya soal bergembira menyambut Yesus, tetapi juga menggembirakan sesama di sekitar.
*) Pesan Natal yang bisa disampaikan kepada umat Kristen, terkhusus umat Katolik di Keuskupan Palangka Raya?
Uskup: Pesan bersama PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Protestan) dan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia, Katolik) untuk perayaan Natal tahun 2024; “Mari Bersama ke Betlehem.” Tiap umat Kristen diimbau untuk saling mengajak satu sama lain untuk bersama-sama menyambut Yesus, Sang Juru Selamat yang lahir di Betlehem. Pergi bersama-sama, dengan orang, yang diistilahkan dengan kata sinodal/sinode. Dengan begitu, ada teman seperjalanan. Selain itu, sudah ada tujuan yang jelas, yakni pergi ke Betlehem, menyambut Sang Juru Selamat. Hal lain yang menjadi pesan Natal tahun ini adalah belajar untuk menjadi manusia bersahaja, selayaknya para gembala yang pertama kali mengetahui kabar kelahiran Yesus. Kesederhanaan para gembala ini hendaknya menjadi semangat hidup tiap umat Katolik, terutama dalam merayakan momen Natal tahun ini. Belajar menjadi pribadi sederhana dalam kehidupan sehari-hari, serta memberi perhatian kepada sesama yang terpinggirkan dan tak dianggap di tengah masyarakat.
Demikian pesan Natal 2024 bagi umat Katolik di Keuskupan Palangka Raya. Selamat merayakan Natal dan sambutlah Sang Juru Selamat dalam kesederhaan dan dengan hati yang bersih. (*/kpfm)