PALANGKA RAYA-Dua terdakwa kasus korupsi pembelian beras di PT Pertani Cabang Kalteng, Hubertus Telajan dan Aloysius Kok, diganjar hukuman empat tahun penjara. Amar putusan dibacakan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa (4/4). Hubertus Telajan merupakan mantan kepala PT Pertani Cabang Kalteng.
Dalam amar putusan, majelis hakim yang diketuai Erhammudin SH MH dan beranggotakan Sri Rejeki Marsinta SH MHum dan Kusmat Tirta Sasmita SH menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam penjualan beras di PT Pertani Cabang Kalteng tahun 2016 lalu.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” ucap Erhammudin SH MH.
Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan demi keuntungan diri sendiri atau orang lain, hingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada para terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing selama empat tahun,” ujar Erhammudin.
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada masing-masing terdakwa yakni membayar denda sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 bulan.
Majelis hakim juga menghukum kedua terdakwa untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp1.225.375.000, dengan ketentuan pembayaran tersebut harus dilakukan oleh keduanya paling lambat satu bulan sejak putusan dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Jika tidak membayar, maka harta benda akan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan apabila para terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama satu tahun,” ucap Erhamudin.
Vonis terhadap kedua terdakwa ini lebih ringan dari tuntutan hukum yang diajukan jaksa penuntut dari Kejari Palangka Raya yang menuntut hukuman tujuh tahun penjara.
Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim menyatakan bahwa berdasarkan jalannya persidangan didapat fakta bahwa Hubertus Telajan selaku kepala PT Pertani Cabang Kalteng, pada tahun 2016 telah menyuruh Aloysius Kok membuat pemesanan beras secara kredit ke PT Pertani, dengan tujuan meningkatkan omzet penjualan beras.
Aloysius menuruti permintaan Halijan. Kemudian membuat order beras dengan mengatasnamakan pihak Koperasi Sunan Manyuru yang beralamat di Desa Kedamin Hulu, Kabupaten Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar). Setelah menerima orderan itu, Halijan kemudian memerintahkan karyawan PT Pertani untuk melakukan pengiriman beras pesanan Aloysius. Beras-beras itu dikirim ke sebuah gudang yang ada di Kota Pontianak, Kalbar.
”Ada lima kali pengiriman yang dilakukan terdakwa satu (Halijan) ke pihak Koperasi Sunan Menyuru,” kata hakim Kusmat Tirta Sasmita membacakan pertimbangan majelis hakim.
Pengiriman beras ke pihak Koperasi Sunan Manyuru tetap dilakukan Halijan, meski ia tahu pembayaran harga beras pesanan itu tidak pernah dilakukan oleh Aloysius atau pihak Koperasi Sunan Manyuru. Adapun total beras yang dikirim ke Aloysius mencapai 115 ton.
“Akibatnya, PT Pertani Cabang Kalteng mengalami kerugian sebesar Rp 1.225.375.000,” beber Kusmat Tirta Sasmita.
Majelis hakim menyatakan perbuatan para terdakwa dianggap telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP terkait tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan demi keuntungan diri sendiri atau orang lain, hingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Hakim juga menyatakan menolak seluruh dalil pembelaan yang diajukan pihak penasihat hukum kedua terdakwa.
Menanggapi putusan majelis hakim, kedua terdakwa serta penasihat hukumnya maupun pihak jaksa penuntut sama-sama meminta waktu untuk berpikir. “Kami minta waktu untuk pikir-pikir, yang mulia,” ucap jaksa Cipi Perdana SH MH.
“Kami juga pikir-pikir dulu, yang mulia,” timpal Abdul Siddiq SH, penasihat hukum kedua terdakwa.
Majelis hakim pun memberi waktu tujuh hari bagi kedua terdakwa maupun jaksa penuntut untuk menentukan sikap.
Abdul Siddiq SH selaku penasihat hukum terdakwa merasa sedih atas putusan majelis hakim terhadap kliennya. Ia keberatan dengan putusan tersebut, karena menurutnya ada sejumlah kekeliruan dalam pertimbangan putusan oleh majelis hakim.
“Yang kami tangkap bahwa dalam putusan itu akan memuat pertimbangan, tapi pertimbangan itu tidak terungkap dalam persidangan,” ujar Abdul Siddiq.
Abdul Siddiq menyebut sejumlah kekeliruan pertimbangan, di antaranya terkait uang penjualan beras sebanyak Rp900 juta yang disebut majelis hakim telah digunakan oleh para terdakwa untuk keuntungan pribadi.
Menurut Siddiq ada kekeliruan dalam pertimbangan itu. Kliennya sama sekali tidak pernah menikmati uang itu. Dijelaskannya, uang tersebut sebenarnya adalah nilai harga penjualan beras yang dilakukan oleh Aloysius kepada sejumlah orang, yang sampai saat ini belum pernah dibayar.
“Klien kami tidak ada menikmati uang itu, karena uang Rp900 juta itu dibawa kabur orang berasnya,” terang Siddiq sembari menambahkan bahwa sebenarnya kliennya juga telah membuat laporan ke Polda Kalbar terkait hal itu.
“Sebenarnya sudah dilaporkan juga ke kepolisian,” ujar Siddiq yang menambahkan bahwa menurutnya kliennya menjadi korban dalam kasus ini.
Demi mendapatkan keadilan untuk kedua kliennya, Siddiq berencana membuat surat pengaduan terkait kasus ini ke sejumlah pihak, seperti Komnas HAM dan Komisi Yudisial.
“Klien kami terlihat stres, (mereka) pusing, karena memang uang itu tidak pernah terlihat, dan memang beras itu dibawa kabur orang,” pungkasnya. (sja/ce/ala/kpfm)