PALANGKA RAYA-Harga sejumlah bahan pokok (bapok) kebutuhan masyarakat yang dijual di pasar-pasar tradisional mengalami kenaikan pada awal bulan ini. Terutama beras dan rempah-rempah, bapok yang banyak digunakan masyarakat akhir-akhir ini. Hal ini bisa saja memicu terjadinya inflasi. Perlu ada upaya pemerintah daerah untuk mencegah terjadinya itu.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng Eko Marsoro mengatakan, selama Ramadan dan lebaran pada April lalu, inflasi gabungan bulan ke bulan di Kalteng berada di angka 0,23 persen. Inflasi pada Ramadan dan lebaran tahun ini relatif lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kondisi ini dipengaruhi oleh pasokan beberapa komoditas yang relatif terjaga, ditopang oleh proses panen sepanjang April-Mei. Tak hanya itu, beberapa komoditas pangan mengalami penurunan harga, karena stok barang relatif aman di pasaran,” beber Eko saat memberikan paparan dalam rapat evaluasi tim pengendali inflasi daerah (TPID) Kalteng terhadap rilis BPS Kalteng terkait inflasi April 2023, di kantor gubernur, Kamis (4/5).
Menurut Eko, inflasi beras pada Maret 2023 secara gabungan menguat, meski Kalteng telah memasuki musim panen pada bulan Maret hingga April. Inflasi beras mengalami kenaikan sejak Januari lalu. Andil beras terhadap inflasi daerah bulan lalu sebesar 2,8 persen.
“Mudah-mudahan tidak lebih tinggi dengan adanya kenaikan harga, karena di Palangka Raya harga beras pulen masih terjaga, karena hasil panen melimpah,” ucapnya.
Eko menjelaskan, indeks harga konsumen (IHK) gabah berbanding lurus dengan harga beras di pasaran. Makin tinggi harga gabah di level petani, maka harga beras pun makin naik.
BPS Kalteng bekerja sama dengan dinas perdagangan kabupaten/kota se-Kalteng untuk keperluan laporan harga 20 komoditas utama. Selain beras, ada daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng, gula pasir, bawang putih, daging sapi, tepung terigu, udang, ikan kembung, mie instan, tempe, tahu mentah, pisang, susu bubuk balita, susu bubuk, dan jeruk.
“Dari dua puluh komoditas itu, Kalteng tidak termasuk daerah dengan indeks perkembangan harga (IPH) paling tinggi, tetapi juga tidak rendah,” bebernya sembari menyebut Kabupaten Barito Selatan merupakan daerah dengan IPH tertinggi.
“Harga beras mengalami kenaikan di tujuh kabupaten, yaitu Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur, Murung Raya, Gunung Mas, Sukamara, dan Lamandau, kenaikan harga beras ini memberi andil yang cukup tinggi bagi inflasi, secara rata-rata 78 persen,” tuturnya.
Kenaikan harga beras masih terjadi di beberapa daerah di Kalteng. Melihat kondisi itu, Eko menyebut pemangku kebijakan perlu memastikan agar rantai pendistribusian barang tidak terganggu oleh adanya anomali cuaca. Pemangku kebijakan juga perlu memastikan ketersediaan pangan dan keterjangkauan harga, sebagai upaya penguatan daya beli masyarakat.
“Rekomendasi kami, kita perlu menjalin kerja sama antardaerah dalam menjamin ketersediaan stok pangan, terutama yang tidak bisa dipenuhi dari dalam provinsi, seperti penguatan peran BUMD dalam menjaga rantai distribusi pangan antardaerah,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan (Kalan) Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalteng Taufik Saleh mengatakan, sejumlah komoditas menunjukkan kenaikan harga pada awal Mei 2023.
“Komoditas dimaksud mencakup beras, bawang merah, bawang putih, dan cabai merah yang dipengaruhi oleh siklus pasokan dan naiknya permintaan,” bebernya.
Taufik menyebut pihaknya sudah memproyeksikan bahwa laju inflasi di Kalteng pada bulan Mei ini akan menurun. Meski demikian, diperlukan segenap upaya pihak terkait dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor pendorong dan faktor penahan inflasi.
“Faktor pendorong inflasi seperti meningkatnya permintaan dalam rangka penyaluran bantuan pangan sosial (beras, daging, dan telur ayam ras) kepada masyarakat berpendapatan rendah, kebijakan penyesuaian HET beras atau gabah, potensi anomali cuaca akibat el nino, kenaikan harga rokok, dan kondisi cuaca yang lebih kering berpotensi menurunkan produksi pangan,” bebernya.
Untuk menahan laju inflasi, lanjut Taufik, dapat diupayakan dengan normalisasi permintaan masyarakat pasca hari besar keagamaan, berlangsungnya masa panen di sejumlah sentra produksi pangan, dan penyesuaian harga BBM nonsubsidi yang sejalan dengan melambatnya kenaikan harga avtur.
Taufik memberikan sejumlah rekomendasi upaya operasional untuk dapat mengendalikan laju inflasi di Kalteng ke depan. Antara lain dengan melanjutkan operasi pasar, inspeksi mendadak (sidak), dan pemenuhan pasokan untuk bahan pokok yang rentan, seperti bawang merah, cabai merah, dan bawang putih.
“Kita juga perlu memastikan normalisasi harga beras, sehingga tidak lagi menyumbang inflasi periode Mei dan berikutnya, serta memastikan normalisasi dan stabilitas harga maupun pasokan daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai rawit,” tandasnya.
Sementara itu, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Leonard S Ampung menyebut pihaknya akan terus melakukan upaya mengantisipasi kenaikan harga sejumlah bapok, terutama beras.
“Beras ini memang komoditas yang cenderung terus merangkak naik, setelah kami bedah ternyata ada satu persoalan, yakni dari stok Bulog yang memang sekarang sudah berkurang, masih menunggu 7.000 ton lagi, ada yang terhambat dengan distribusi beras, yakni masalah angkutan,” beber Leonard kepada awak media usai rapat.
Dikatakan Leonard, pihaknya akan segera mengoordinasikan persoalan ini bersama instansi terkait. Selain dipicu karena terhambatnya rantai distribusi, kenaikan sejumlah bapok khususnya beras,juga dipengaruhi oleh proses panen yang terganggu karena cuaca kering.
“Kami berharap ketersediaan pangan tetap mencukupi, tetapi ke depan kami akan antisipasi beberapa komoditas yang memang berpotensi menjadi penyumbang inflasi, operasi pasar akan kami gencarkan lagi untuk mengantisipasi dini laju inflasi,” tandasnya. (dan/ce/ala/kpfm)