Malam Ini, Tari Dadas Bawo Cetak Rekor Muri

PALANGKA RAYA-Tari Dadas Bawo akan segera masuk dalam Museum Rekor Dunia-Indonesia (Muri). Ratusan penari dan belasan sanggar di Kota Palangka Raya dilibatkan untuk pencatatan rekor Muri yang akan dihelat di halaman Gor Indoor, Jalan Tjilik Riwut Km 5, Palangka Raya, malam ini (22/5) pukul 20.00 WIB.

Pencatatan rekor Muri ini merupakan rangkaian kegiatan memeriahkan peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-66 Kalteng. Kegiatan ini juga sebagai tanda dibukanya Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2023.

Herkules, salah satu tim produksi yang mempersiapkan kegiatan pencatatan rekor Muri ini menyebut, ada sebanyak 684 orang akan dilibatkan. Terdiri dari siswa SMP, SMA, dan universitas yang ada di Kota Palangka Raya.

“Mohon maaf, kali ini bukan pemecahan rekor Muri melainkan pencatatan rekor Muri, karena baru pertama kali digelar Tari Dadas Bawo massal dengan melibatkan 684 orang dan didukung 18 sanggar tari yang ada di Kota Palangka Raya,” ungkap Hercules saat diwawancara Kalteng Pos saat gladi bersih di halaman Gor Indoor, Minggu (21/5).

Herkules menjelaskan, wadian dadas merupakan sebutan untuk penari perempuan, sedangkan wadian bawo untuk penari laki-laki. Tari ini merupakan salah satu tarian asli Kalteng, tepatnya masyarakat suku Dayak Ma’anyan. Saat menarikan tari ini dalam upacara, penari biasanya mengenakan sepasang gelang logam, sehingga menimbulkan suara gemerincing dan ketambung. 

Dikatakan Herkules, saat tarian ini ditampilkan nanti, akan diiringi musik yang dimainkan secara langsung, sehingga menambah keestetikan tarian ini. Para penari yang dilibatkan sudah menjalani latihan sejak beberapa minggu lalu.

Dalam kepercayaan masyarakat Dayak, Tari Gelang Dadas Bawo merupakan tarian adat masyarakat Dayak untuk Ranying Hatala langit (Tuhan) dengan maksud meminta rahmat kesembuhan bagi warga yang sakit. Tarian ini biasanya dilakukan oleh dukun perempuan maupun dukun laki-laki suku Dayak. Nama Balean Dadas Bawo sendiri diambil dari sebutan dukun perempuan dan laki-laki, yang dalam masyarakat Dayak disebut Balean Dadas Bawo.

Rasa bangga diungkapkan oleh Irwan, salah satu peserta tari ini. Menurutnya, sebagai anak muda ia merasa bangsa karena dipercayakan untuk ikut serta melestarikan salah satu warisan budaya masyarakat Kalteng. “Rasa merasa bangga, termasuk teman-teman sesama penari, karena kami bisa terlibat untuk menyukseskan pencatatan Muri ini,” ungkap Irwan.

Ia berharap, melalui kegiatan pencatatan rekor Muri kali ini, makin banyak anak muda Kalteng yang mengenal dan bahkan mencintai warisan budaya lokal.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng Adiah Chandra Sari mengatakan, tari ini merupakan warisan tak benda Kalteng yang sudah didaftarkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

“Persiapan kami untuk gelaran tari ini sudah 95 persen per hari ini (Minggu (21/5)), besok (malam ini, red) akan dilaksanakan pencatatan rekor Muri, sebelumnya dilakukan gladi bersih oleh tim yang terlibat,” katanya saat dihubungi Kalteng Pos, kemarin.

Sementara itu, Hadi Saputra selaku penanggung jawab kegiatan mengatakan, tujuan mengangkat tari gelang ini untuk melestarikan gelang sebagai kekhasan suku Dayak. Asal usul tari ini merupakan tari wadian atau balian, yang biasa dibawakan saat pelaksanaan ritual pernikahan, penyembuhan orang sakit, dan lainnya.

“Aslinya namanya itu Wadian Dadas Bawo, tetapi karena ini bukan ritual, melainkan hanya untuk pencatatan rekor Muri, maka sebutannya hanya Tari Dadas Bawo,” bebernya saat dibincangi melalui sambungan telepon, Minggu sore (21/5).

Dadas berarti penari perempuan dan bawo merupakan penari laki-laki. Dalam ritual, biasanya dadas merupakan basir perempuan dan bawo merupakan basir laki-laki.

Tari ini lebih difokuskan pada permainan pergelangan tangan untuk membunyikan gelangnya. Pada pelaksanaan ritual, bunyi gelang ini memiliki arti komunikasi dengan leluruh. Untuk itu, sebelum pelaksanaan pencatatan rekor Muri, terlebih dahulu akan dilaksanakan ritual untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kesurupan.

“Nanti sebelum dilaksanakan kegiatan, akan dilaksanakan tampung tawar, baik kepada tim produksi maupun para peserta (penari),” ungkap Hadi yang berasal dari Sanggar Riak Menteng Tingang, Palangka Raya ini.

Untuk kostum para peserta yang berasal dari siswa menggunakan kaos merah yang dibalut dengan tapih yang sudah disediakan. Sedangkan penari dari sanggar menggunakan pakaian sebagaimana mestinya saat peragaan tarian ini. “Untuk gelang lebih dari setengah merupakan gelang asli dari Kalteng, tetapi karena belum mencukupi, maka selebihnya menggunakan gelang replika. Untuk penari sanggar sepenuhnya menggunakan gelang asli, sedangkan penari siswa sebelah kanan menggunakan gelang asli dan sebelah kiri menggunakan gelang replika,” jelasnya. (irj/abw/ce/ala/kpfm)

434 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.