
JawaPos.com – Terdakwa AKBP Bambang Kayun menyesalkan sikap jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak menghadirkan pemberi hadiah atau janji yakni, Emylia Said dan Herwansyah ke dalam persidangan. Sebab, kehadiran saksi itu sangat penting untuk memberikan fakta transaksi suap senilai Rp 57.126.300.000 sebagaimana didakwakan Jaksa KPK.
“Bahwa kami penasihat hukum terdakwa sangat menyayangkan sekali tindakan penuntut umum yang tidak menghadirkan saksi korban sekaligus sebagai pemberi hadiah atau janji yaitu Emylia Said dan Herwansyah, kami penasihat hukum khawatir juga apabila nanti ternyata setelah dihadirkan dalam persidangan korban Emylia dan Herwansyah menyatakan bahwa tidak pernah member hadiah atau janji kepada terdakwa maka ini menjadi preseden buruk dalam menegakkan hukum,” kata tim kuasa hukum Bambang Kayun, Sumardan membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/8).
Sumardan menyatakan, berdasarkan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang dinyatakan dalam sidang pengadilan. Maka berdasar ketentuan Pasal 183 KUHAP, tidak dapat dijatuhkan pidana kepada terdakwa karena tidak terpenuhinya dua alat bukti.
“Dengan tidak terpenuhinya dua alat bukti, maka penuntut umum tidak dapat membuktikan dalil dakwaan alternatif pertama sebagaimana tuntutan penuntut umum yang menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” ucap Sumardan.
Sumardan pun menyinggung soal tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 57,1 miliar terhadap Bambang Kayun. Ia memandang, tuntutan Jaksa KPK tersebut bertentangan dengan hukum.
“Dari fakta hukum tuntutan penuntut umum tersebut jelas-jelas perbuatan ilegal terdapat penyelundupan hukum, yang mana dasar dari rangkaian pidana mengacu pada dasar surat dakwaan penuntut umum, terhadap uang pengganti diatur dalam Pasal 18 UU Tipikor. Dari munculnya uang pengganti tiba-tiba dituntutan tanpa diuraikan dalam surat dakwaan terlebih dahulu maka tuntutan a quo jelas bertentangan dengan hukum serta telah melakukan menyimpangi dari asas kepastian hukum,” tegasnya.
Oleh karena itu, tim penasihat hukum meminta majelis hakim membebaskan segala dakwaan dan tuntutan hukum. Selain itu, Jaksa KPK juga diminta untuk mengeluarkan Bambang Kayun dari tahanan setelah putusan dibacakan.
“Kami juga meminta untuk memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” ucap Sumardan.
Dalam tuntutan Jaksa KPK, AKBP Bambang Kayun sebelumnya dituntut dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 8 bulan kurungan. Jaksa KPK menilai, Bambang telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah menerima suap.
“Menyatakan terdakwa Bambang Kayun Bagus Panji Sugiharto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama,” ucap jaksa KPK saat membacakan amar tuntutan pidana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/8).
Bambang juga diminta jaksa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp57.126.300.000 paling lama satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Apabila tidak dibayar, maka harta benda Bambang disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam dakwaan, AKBP Bambang Kayun disebut telah menerima uang dan satu unit mobil Toyota Fortuner dengan total sejumlah Rp 57.126.300.000 dari Emylia Said dan Herwansyah yang kini berstatus DPO Bareskrim Polri.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Bambang saat menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bankum Divisi Hukum Polri periode 2013-2019. (jpc/kpfm)