SAMPIT – DPRD Kotawaringin Timur merasa sangat kecewa terhadap pemerintah daerah setempat. Karena rekomendasi yang mereka keluarkan terkait polemik lahan kuburan di Jalan Jenderal Sudirman Km 6, Sampit, terkesan diabaikan.
“Kami merasa sangat dilecehkan oleh Pemerintah Kabupaten Kotim, karena sampai saat ini belum dapat menyelesaikan permasalahan lahan kuburan. Karena sesuai hasil rapat dengar pendapat tanggal 17 Februari lalu, mereka diberi waktu menyelesaikan masalah ini selama satu bulan. Tetapi sampai saat ini tidak ada kejelasannya,” kata anggota Komisi I DPRD Kotim, Rimbun ST, Selasa (17/3).
Rimbun beserta anggota Komisi l lainnya, yaitu Hendra Sia, Sutik ST dan Ir Parningotan Lumban Gaol, langsung turun ke lapangan untuk mengecek ulang batas lahan kuburan tersebut beserta yayasan sosial, tokoh agama, kuasa hukum lintas agama, masyarakat dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kotim. Lahan tersebut dengan luasan 1.000 m x 1.500 m untuk tempat pemakaman seluruh agama, yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur pada 1987.
“Lahan itu juga merupakan kompensasi pemerintah daerah atas kesediaan warga untuk pemindahan makam warga Tionghoa di tempat pemakaman Jalan MT Haryono yang saat ini menjadi Terminal Patih Rumbih dan Mal Pelayanan Terpadu. Tetapi pada tahun 2015 muncul adanya klaim warga terhadap sebagian lahan kuburan tersebut. Warga menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat, sehingga menjadi masalah besar bagi pemerintah yang mencadangkan lahan tersebut untuk tempat pemakaman semua agama,” tegasnya.
Politikus PDI Perjuangan ini juga mengatakan, sekitar 90 persen dari lahan tersebut saat ini dikuasai pihak lain. Dilihat di lapangan, banyak bangunan, bahkan perumahan warga di lokasi yang dulunya telah dicadangkan untuk tempat pemakaman semua agama itu.
“Kami tidak ingin mencari siapa yang salah dalam masalah ini. Kami hanya mendorong pemerintah kabupaten untuk secepatnya menyelesaikan ini agar tidak berlarut-larut. Karena itu merupakan hak umat lintas agama dan itu harus dipenuhi. Selain itu, pemerintah daerah juga harus memenuhi hak masyarakat yang kini menempati lahan tersebut, yaitu ganti rugi lahan mereka,” harapnya.
Sementara perwakilan Yayasan Perkumpulan Bakti Sosial, Supratman atau Ayes mengatakan, dirinya sangat mengetahui asal-usul lahan kuburan itu. Tetapi dengan fakta yang terjadi saat ini, pihaknya hanya berharap ada penyelesaian terbaik oleh pemerintah daerah. Sebab selama ini masalah ini hanya berlarut-larut saja.
“Kami juga tidak ingin mencari permasalahan dengan masyarakat. Ada ekskavator itu hanya untuk membersihkan dan memperjelas batas saja. Kami berharap bisa duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini agar mendapatkan jalan yang terbaik dan dapat selesai secara tuntas,” tutupnya (bah/ens)