
KASUS BESAR: Dari kiri, Kabidhumas Kombes Pol Hendra Rochmawan, Kapolda Kalteng Irjen Pol Dedi Prasetyo, Wakapolda Brigjen Indro Wiyono, dan Dirreskrimsus Kombes Pol Pasma Royce saat jumpa pers di Mapolda Kalteng, Jumat (12/6).
PALANGKA RAYA-Anggota Subdit Cyber Ditreskrimsus Polda Kalteng berhasil mengungkap komplotan sindikat pengedar kartu perdana prabayar siap pakai atau teregistrasi. Mereka adalah ML (22), MF (24), dan AU (24). Kini ketiganya sudah ditahan di Mapolda Kalteng.
Sebanyak 8.000 lembar kartu perdana yang sudah teregistrasi dan 4.300 lembar kartu perdana yang belum teregistrasi berhasil diamankan. Kartu itu dari dua provider, Telkomsel dan XL Axiata.
Tersangka utama dalam kasus ini adalah AU yang berdomisili di Banjarmasin. Tersangka meregistrasi kartu perdana menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK) warga yang berdomisi di Aceh, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kaltim. Sudah enam bulan pelaku beraksi.
“Karena sudah terlatih sekian lama, tersangka ini bekerja cukup cepat. Dalam satu menit bisa registrasi sebanyak 144 kartu perdana,” kata Kapolda Kalteng Irjen Pol Dedi Prasetyo didampingi Wakapolda Brigjen Indro Wiyono, Dirreskrimsus Kombes Pol Pasma Royce, dan Kabidhumas Kombes Pol Hendra Rochmawan, kemarin (12/6).
Pengungkapan itu berawal dari ML, yang merupakan sales dari PT Prima Multi selaku distributor partner dari PT XL Axiata di wilayah Kalteng. Pemuda itu tertangkap tangan oleh tim sedang mengedarkan kartu perdana teregistrasi ke sejumlah konter pulsa pada 6 Juni lalu. Dari tangannya disita 50 kartu XL dan 30 buah kartu Axis teregistrasi.
Dari hasil interogasi, ML mengaku bisa melakukan registrasi kartu perdana melalui ponsel miliknya. Ia memasukkan data NIK dan KK milik orang lain yang didapat dari atasannya MF. Selain menjual, atas perintah MF juga mengambil barang dari konter-konter pulsa, di antaranya Lucky Cell dan Bethania Cell, dengan sistem tukar tambah kartu perdana segel dengan yang teregistrasi. Dari dua konter itu, polisi menyita 1.559 kartu perdana teregistrasi dan 200 kartu perdana belum teregistrasi.
Sehari setelah itu, anggota bertolak ke Banjarmasin. Melakukan penggerebekan di sebuah rumah yang digunakan sebagai tempat produksi kartu perdana teregistrasi. Ada delapan orang yang diamankan beserta sejumlah peralatan yang digunakan untuk melancarkan aksi.
“Modusnya, AU melakukan registrasi menggunakan NIK dan KK milik orang lain tanpa hak dan seizin yang bersangkutan. Kelompok sindikat ini sudah beroperasi sudah sekitar enam bulan terakhir,” terangnya.
Dari kejahatan yang dilakukan sindikat ini, mereka mampu meraup keuntungan hingga Rp80 juta dalam sebulan. “Terkait wilayah pemasarannya, masih kami lakukan pengembangan. Hasil penyelidikan sementara, penjualan dilakukan di wilayah Kalsel dan Kalteng,” jelas Dedi.
Kapolda mengapresiasi kinerja personelnya dalam mengungkap kasus ini. Merupakan sebuah prestasi Ditreskrimsus Polda Kalteng. Apalagi kasus ini merupakan kategori kasus rawan.
“Karena kartu registrasi ilegal atau bisa dikatakan bodong ini bisa dijadikan fake akun. Digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan kejahatan seperti penipuan maupun yang sifatnya provokatif, dan lainnya,” tegas jenderal bintang dua ini.
Bisa juga, sebutnya, jika tidak dilakukan upaya-upaya penindakan hukum secara cepat, semisal jatuh ke tangan para pelaku teror, ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan jaringan sendiri sehingga sulit untuk dilacak.
Karena data yang digunakan oleh pelaku atau oknum tidak bertanggung jawab, dan hanya ditemukan akun palsu ketika di-tracking oleh tim siber, maka akan susah untuk dilakukan upaya penegakan hukum.
“Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi kepada jajaran Ditreskrimsus yang dengan cepat mengungkap kasus ini. Tidak hanya sampai di sini, kami juga akan kembangkan ke jaringan-jaringan lainnya,” paparnya.
Di tempat yang sama, Dirreskrimsus Polda Kalteng Pasma Royce menuturkan, pengungkapan ini berawal dari informasi masyarakat yang berkembang, bahwa telah terjadi registrasi ilegal terhadap kartu-kartu perdana di wilayah Kota Palangka Raya.
“Berangkat dari info itu, penyidik melakukan pendalaman. Ditemukan di beberapa kios ponsel, ada oknum yang melakukan penjualan secara langsung kartu ilegal ini,” terangnya.
Para tersangka ini bisa mendapatkan NIK dan KK milik orang lain dari sebuah grup khusus. Saat ini pihaknya terus melakukan pendalaman soal ini untuk mengungkap tuntas kasus.
“ML dan MF merupakan karyawan dari salah satu provider. Untuk meningkatkan angka penjualan, mereka mengambil langkah inisiatif melakukan pengisian registrasi ini, agar angka penjualannya meningkat guna kepentingan pribadi mereka. Dan ini juga masih kami dalami semuanya,” ungkapnya sembari menambahkan bahwa keuntungan yang didapat pelaku antara Rp500 sampai Rp1.000 per kartu perdana.
Berkaca dari kasus ini, masyarakat Kota Cantik dan Kalteng pada umumnya diingatkan untuk lebih berhati-hati saat membeli sim card. Aturannya jelas. Setiap pembelian sim card, harus meregistrasi berdasarkan NIK dan KK masing-masing. Dengan demikian, penggunaannya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Jika membeli yang sudah teregistrasi, akan terjadi kerawanan-kerawanan. Misalnya, data yang ada itu tidak valid, bermasalah secara hukum, dan lainnya. Itu semua ada konsekuensinya,” jelasnya.
Wartawan Kalteng Pos mencoba secara acak mengunjungi beberapa konter ponsel/pulsa yang ada di Kota Palangka Raya ini. Satu di antaranya ada yang menjual kartu perdana tanpa harus melakukan registrasi menggunakan NIK dan KK pribadi. Satu kartu perdana Telkomsel dijual Rp25 ribu.
“Biasanya ada yang bisa tanpa registrasi dan ada yang harus registrasi dulu. Dicoba aja dulu. Pilih salah satu,” tutur karyawan konter ponsel tersebut.
Setelah dicoba, ternyata benar. Ketika sim card dimasukkan ke ponsel, bisa langsung melakukan panggilan tanpa harus meregistrasi terlebih dahulu. Pihak konter pun mengaku tak tahu soal dampak negatif keberadaan kartu perdana tersebut. (Kaltengpos/Kpfm101)