Dokter Sarankan Anak Harus Dibatasi Main Gadget

BERMAIN GAWAI: Sekelompok anak di Kota Palangka Raya sedang asyik bermain gadget. Dokter spesialis anak mengingatkan kepada orang tua untuk membatasi penggunaan gadget oleh anak. Foto: ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Penggunaan gadget atau gawai secara berlebihan oleh anak-anak, khususnya anak usia balita dan usia sekolah, berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental atau emosi anak. Gangguan kesehatan tersebut akhirnya berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Hal tersebut disampaikan dr Fransiska Herintyo, dokter spesialis anak di RSUD dr Murdjani, Sampit, Kamis (13/7).

“Anak anak yang terlalu sering memegang ponsel memang lama-lama bisa menjadi kecanduan, akhirnya bisa menyebabkan gangguan emosi, gangguan komunikasi, kehilangan ketertarikan terhadap lingkungan sekitar, serta gangguan konsentrasi,” kata dr Fransiska kepada Kalteng Pos via telepon, kemarin.  

Fransiska mengatakan, sejumlah pengaruh negatif gadget terhadap anak bisa berasal dari isi konten, lamanya waktu penggunaan, serta pengaruh paparan radiasi dari layar gadget.

“Penggunaan (gadget, red) yang terlalu lama dapat menyebabkan anak terpapar sinar blu-ray dari layar gadget yang bisa menimbulkan gangguan tidur,” kata dokter spesialis yang sudah bertugas di RSUD dr Murdjani Sampit sejak 2009 lalu.

Dampak lain penggunaan gadget yang terlalu lama oleh anak usia balita bisa menimbulkan obesitas karena kurang gerak, keterlambatan untuk bisa berbicara akibatnya kurang interaksi dengan orang sekitar, serta kemampuan lain yang berpengaruh pada perkembangan kemampuan kognitif atau perkembangan otak anak, seperti gangguan konsentrasi yang akan berpengaruh saat sang anak mulai sekolah.

Fransiska juga mengingatkan bahwa perilaku anak usia balita sering mencontohkan apa yang pernah dilihat, karena terpengaruh oleh konten-konten yang disaksikan dalam gadget.

“Anak-anak kan peniru yang ulung, jadi apa pun yang mereka tiru itu belum tentu bisa mereka bedakan bahaya atau tidak dan boleh atau tidak, jadi konten dalam gadget bisa menimbulkan bahaya negatif,” ujarnya sembari menambahkan, anak usia balita belum bisa membedakan kenyataan dan dunia imajinasi.

Fransiska pernah menangani pasien anak yang mengalami kecanduan gadget. Dikatakannya, pada anak yang kecanduan gadget, sering muncul masalah di kehidupan sehari-harinya. “Terutama performa di sekolah dan kehidupan di rumah sehari-hari,” terangnya.

Secara umum, lanjutnya, anak yang kecanduan gadget cenderung mudah gelisah bila tidak memegang gadget. Waktu penggunaan gadget makin hari makin meningkat.

“Mereka menolak bila diminta untuk berhenti (main gadget), mudah tersinggung, dan kehilangan ketertarikan untuk kegiatan bermain di luar rumah,” kata Fransiska sembari menyebut, pada anak usia yang lebih besar juga menyebabkan anak suka berkata bohong.

Apabila orang tua mengetahui anaknya mulai kecanduan gadget, maka harus bersikap tegas untuk membatasi anak menggunakan gadget. Orang tua juga harus aktif mengajak anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah untuk mengalihkan perhatian anak.

“Misalnya mengajak anak berkegiatan di luar untuk mengekplorasi hobi, seperti berenang, bermain, atau olahraga, dan kegiatan fisik lain yang disukai,” ucap perempuan lulusan Fakultas Kedokteran  Jurusan Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK ) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Apabila upaya tersebut belum optimal menghilangkan kecanduan anak pada gadget, maka orang tua harus secepatnya meminta bantuan pihak profesional, seperti dokter anak, psikolog, atau psikiater bila diperlukan.

Untuk penanganan pertama, biasanya tenaga profesional akan melakukan pengobatan terapi perilaku terhadap anak yang mengalami kecanduan gadget.

“Seperti pembatasan waktu penggunaan gadget, anak diarahkan untuk beraktivitas fisik, kemudian ada sesi konseling dengan pihak psikolog,” terang Fransiska.

Ia menyebut tidak kepastian berapa lama waktu yang diperlukan untuk perawatan anak yang kecanduan gadget. Berbeda-beda tiap anak.

“Itu juga tergantung respons orang tua, dukungan lingkungan, dan juga sikap anak sendiri,” ucapnya.

Fransiska menambahkan, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah membuat rekomendasi kepada orang tua terkait penerapan penggunaan gadget oleh anak.  Orang tua hendaknya tidak memberikan gadget kepada anak berusia di bawah dua tahun.

“Lebih banyak diajak berinteraksi dan beraktivitas fisik,” tuturnya.

Sedangkan untuk anak usia 2 hingga 5 tahun, penggunaan gadget dibatasi maksimal satu jam.

“Lebih sedikit lebih baik,” katanya sembari menyebut usia anak merupakan kesempatan emas untuk meningkatkan kemampuan bereksplorasi dan belajar untuk lebih mengenal lingkungan sekitar.

Pembatasan penggunaan gadget juga diberlakukan pada anak-anak usia sekolah atau lebih. Selain itu, orang tua harus bisa memberikan contoh kepada anak perihal penggunaan gadget yang baik dan benar.

“Orang tua mesti jadi roll model bagi anak-anak, ketika kita membatasi anak untuk menggunakan gadget, kita juga harus demikian,” katanya.

Orang tua mesti tegas dalam memberi waktu bagi anak untuk menggunakan gadget. Dengan contoh yang diberikan oleh orang tua, diharapkan anak bisa memahami dan mengerti bagaimana menggunakan gadget secara benar.

“Dengan melihat contoh yang ditunjukkan orang tua, diharapkan anak bisa memahami bagaimana sebaiknya menggunakan gadget,” pungkasnya. (sja/ce/ala/kpfm)

59 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.