
JawaPos.com – Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko membantah pihaknya melakukan intervensi kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas. Intimidasi ini disebut-sebut menjadi penyebab pimpinan KPK menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan menetapkan 2 anggota TNI aktif sebagai tersangka.
“Ah enggak itu (pimpinan KPK diintimidasi),” kata Agung di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7).
Dalam kesempatan tersebut, Agung menegaskan pengusutan kasus dugaan korupsi tersebut akan dilaksanakan transparan. Dia memastikan kasusnya tidak akan dihentikan penyidikannya seperti kasus dugaan korupsi Helikopter Agusta Wesland-101.
“Ah enggak, enggak (dihentikan), bisa diikuti, bisa diikuti nanti,” jelasnya.
Sebelumnya, Puspom TNI telah menetapkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Hendri Alfiandi dan Koorsmin Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang di Basarnas. Keputusan ini diambil setelah penyidik militer melakukan penyidikan berdasarkan temuan KPK.
“Maka dengan terpenuhinya unsur pidana, penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan ini ke tahap penyidikan, dan menetapkan kedua personel TNI aktif HA dan ABC sebagai tersangka,” kata Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7).
Sebagai informasi, penyidikan dilakukan POM TNI karena proses penetapan tersangka kepada Henri dan Afri oleh KPK tidak sesuai prosedur. Sehingga penyidikan diulang oleh Puspom TNI mengacu kepada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Kedua anggota TNI tersebut dijerat pasal 12 A atau B, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas nomor 31 Tahun 1999, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(jpc/kpfm)