Estu Suryowati– Jumat, 2 Agustus 2024 | 06:00 WIB

JawaPos.com – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana mengajak sejumlah delegasi Forum Kedua Indonesia-Pasific Parliamentary Partnership (IPPP) ke pusat perbelanjaan bernuansa seni dan budaya di Sarinah, Jakarta, akhir pekan lalu. Salah satu yang diajak berkeliling yaitu Ketua Parlemen dari Tonga yaitu Lord Fatafehi Fakafanua.
“Mereka, saya ajak berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan atau mal bersejarah di Indonesia yaitu Sarinah. Mal ini adalah prakarsa proklamator kita Bung Karno, dimana beliau memprakarsai Pusat Perbelanjaan Sarinah,” kata Putu melalui keterangannya pada Kamis (1/8). Putu menuturkan, Sarinah adalah sosok yang penting bagi Presiden pertama RI Soekarno, sebagai perempuan yang mengasuh saat sang proklamator masih kecil. Tentu, kehadiran Sarinah ini merupakan satu sejarah yang patut diketahui oleh berbagai negara, khususnya Lord Fakafanua.
Sebab, kata dia, Sarinah menampilkan komitmen sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menghadirkan produk seni budaya dan produk lokal dari berbagai provinsi di Indonesia. “Kita ingin menampilkan bahwa komitmen Sarinah sebagai Badan Usaha Milik Negara ingin menghadirkan produk-produk lokal, produk budaya dan produk seni di Indonesia,” katanya.
“Jika kita lihat memang banyak di sana ada kain tenun, batik, baju-baju batik, belum lagi kerajinan tangan, banyak ukiran, kerajinan besi dan souvenir lainnya yang menunjukkan kekayaan seni budaya Indonesia,” lanjut legislator asal Bali ini.
Pada saat itu, Putu menunjukkan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia dan justru banyak pihak memakainya, baik tokoh-tokoh Indonesia maupun para tokoh di dunia. Misalnya di Afrika Selatan Nelson Mandela sangat cinta menggunakan batik Indonesia.
“Saat itu kita melihat dan memilih batik, dia (Lord Fakafanua) juga membeli batik. Dia sungguh sangat senang karena bahan batik ini bisa digunakan di kawasan tropis termasuk di negara kepulauan Pasifik,” jelas Putu.
“Kalau kita di Indonesia, kita berada di khatulistiwa dengan suhu yang sepanjang tahun panas. Jadi, pakaian batik ini juga sangat tepat digunakan di sini,” imbuhnya.
Dia menceritakan, pada tahun 1990, Presiden Soeharto memberikan cinderamata batik kepada Nelson Mandela sebanyak enam setel. Momen tersebut menjadi perkenalan Mandela dengan batik saat ia masih menjabat sebagai Wakil Ketua Kongres Nasional Afrika.
“Sejak saat itu, Presiden Nelson Mandela hadir mengenakan batik dalam berbagai acara kenegaraan di forum nasional maupun internasional, termasuk di forum PBB,” ucapnya.
Seperti diketahui, pada 2 Oktober 2009, Badan PBB untuk Pendudukan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan batik sebagai Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity atau Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi dari Indonesia.
Putu yang merupakan Anggota Biro Inter-Parliamentary Union (IPU) di komite Pembangunan Berkelanjutan mengatakan untuk memperkuat hubungan khususnya dengan negara-negara Pasifik, Parlemen Indonesia bersama parlemen negara kepulauan Pasifik berkomitmen untuk terus mengawal perdamaian dan keamanan (peace and security) kawasan.
Selain itu, juga mendorong perdagangan dan kerja sama ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif sesuai dengan konsep ekonomi hijau. Termasuk investasi hijau dalam pencapaian sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan.
“Kemudian berikutnya adalah hubungan socio-cultural, dimana kita ingin masyarakat kedua kawasan meningkatkan hubungan people-to-people, salah satunya melalui budaya maupun pariwisata,” jelas Ketua Asosiasi Museum Indonesia ini. (jpc/kpfm)