Menilik Peluang Pemilih Pemula pada Pilkada Serentak
Dari 1,9 juta warga yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilihan kepala daerah (pilkada) Kalteng, sebagiannya merupakan pemilih pemula atau baru kali pertama ikut pesta demokrasi. Lembaga penyelenggara pemilu harus memasifkan sosialisasi. Di sisi lain, peserta pilkada harus kreatif melakukan pendekatan terhadap pemilih pemula demi menggaet suara.
IRPAN JURAYZ, Palangka Raya
RABU, 27 November mendatang, merupakan pengalaman baru bagi pemilih pemula. Hari itu merupakan kali pertama mereka menggunakan hak pilih dalam pesta demokrasi, yakni pemilihan kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR), Ricky Zulfauzan mengatakan bahwa pemilih pemula sangat menentukan hasil pilkada Kalteng kali ini. Tantangan utamanya adalah bagaimana menyatukan suara pemilih pemula yang terkesan tersebar dan tidak bersatu.
“Sampai dengan saat ini hampir tidak ada pasangan calon (paslon) yang secara khusus mengakomodasi pemilih pemula dalam visi dan misinya. Diperlukan langkah konkret untuk menarik minat suara kaum muda,” kata Ricky.
Menurutnya, pemilih pemula yang independen akan menentukan pilihannya secara rasional dan kritis, sementara pemilih pemula yang tidak independen cenderung mengikuti pilihan orang tua.
“Pemilih yang kritis akan meneliti rekam jejak kandidat, membaca visi dan misi, serta berdiskusi dengan para kontestan untuk memperkuat pilihan. Namun, hingga saat ini antusiasme pemilih pemula terhadap pilkada serentak tahun ini masih terlihat rendah,” ujarnya.
Ricky mengimbau penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk lebih aktif dalam menggugah minat pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam pilkada tahun ini.
“Sosialisasi pemilu harus lebih digencarkan, karena euforia pilkada tidak sebesar pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) sebelumnya,” tutupnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Kalteng Siti Wahidah menjelaskan, pemilih pemula tidak hanya mencakup remaja yang baru mencapai usia 17 tahun, tetapi juga pensiunan TNI/Polri.
“Pemilih pemula sangat potensial dalam berpartisipasi pada pilkada di Kalteng. Mereka memiliki hak untuk memilih karena telah berusia 17 tahun, memiliki e-KTP, berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI), dan terdaftar dalam DPT. Itu adalah syarat utamanya,” ungkap Wahidah, Minggu (6/10).
Ia berharap para pemilih pemula dapat berperan aktif dalam tahapan pilkada. Tidak hanya datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilih, tetapi juga mengawasi tahapan-tahapan pilkada.
“Saya berharap generasi Z, sebagai pemilih pemula, bisa turut serta dan proaktif melapor jika menemukan adanya pelanggaran selama tahapan pilkada, seperti praktik politik uang, penyebaran hoaks, isu SARA, atau pelanggaran lain yang dapat mencederai demokrasi. Pemilih pemula harus ikut berperan dalam mencegah dan melaporkan hal tersebut kepada Bawaslu,” tuturnya.
Wahidah mengaku bersyukur, meski dengan keterbatasan sumber daya, Bawaslu mendapat bantuan pihak luar dalam menekan pelanggaran pilkada. Karena itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung Bawaslu dalam menciptakan pilkada yang lebih baik dan demokratis.
“Masyarakat, melalui suara mereka, diharapkan dapat melahirkan pemimpin yang mampu membawa kemajuan bagi Kalteng dalam lima tahun ke depan,” tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa sering kali generasi muda yang baru pertama kali memilih, cenderung kurang peduli terhadap keseluruhan proses dan tahapan pilkada. Mereka merasa apatis dan tidak memperhatikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. (*/ce/ala/kpfm)