
PALANGKA RAYA-Bulan depan, tepatnya tanggal 24 September, masa jabatan 10 kepala daerah di Kalteng berakhir. Agar roda pemerintahan daerah tetap berjalan, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran menegaskan tetap mengusulkan penjabat (pj) kepala daerah untuk 10 kabupaten/kota dimaksud, meski sebelumnya sempat menyatakan tidak akan mengajukan nama-nama calon pj ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI. Sugianto menyebut pengusulan nama-nama pj harus dilakukan karena merupakan amanat undang-undang.
“Kemarin kami sudah koordinasi dengan Kemendagri, dari pihak Kemendagri mempersilakan untuk mengajukan, karena itu kami tetap mengajukan sesuai perintah undang-undang, dan kami mengikuti aturan,” ungkap Sugianto kepada wartawan usai kegiatan silaturahmi bersama ormas dan paguyuban di halaman rumah jabatan gubernur, Kamis petang (3/8).
Terkait nama-nama yang akan diusulkan pemprov, lanjut Sugianto, sejauh ini sedang dipersiapkan. Pihaknya masih mempertimbangkan nama-nama yang akan diajukan untuk menjadi penjabat di 10 kabupaten/kota, mengingat jumlah pejabat di provinsi terbatas.
“Sedang kami persiapkan dan kami petakan sesuai kebutuhan, karena jumlah pejabat di provinsi kan terbatas, tidak bisa mencakup keseluruhan,” sebutnya.
Gubernur menambahkan, untuk sembilan kabupaten dan satu kota itu, masing-masing akan diusulkan tiga nama. Kabupaten/kota bisa mengusulkan satu nama melalui DPRD kabupaten/kota. Disinggung terkait nama-nama yang mau diajukan, gubernur menegaskan masih dipertimbangkan.
“Nama-nama untuk tiap daerah masih kami pertimbangkan,” tandasnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Barometer Kebijakan Publik dan Politik Daerah (Bajakah) Institute Farid Zaky Yopiannor mengungkapkan, hal yang perlu diperhatikan dalam pengusulan nama-nama calon pj kepala daerah adalah rekam jejak dan sepak terjang sosok yang diusulkan. Harus berdasarkan pertimbangan sistem merit berdasarkan track record kinerja yang bersangkutan selama berkarier di lembaga pemerintahan.
“Menurut saya, profesionalitas dan integritas menjadi indikator paling utama. Selain itu, faktor kelayakan calon pj dengan daerah yang ditujukan juga penting, agar tetap demokratis dan sejalan dengan prinsip otonomi daerah,” sebut Zaky, baru-baru ini.
Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) itu, salah satu yang cukup menjadi sorotan adalah pemerintah pusat menjadi pemegang kunci terkait keputusan akhir. Menurut aturan, lanjutnya, pemerintah pusat akan mengakomodasi nama-nama dari daerah sebagai usulan, yang selanjutnya akan ditetapkan melalui mekanisme lanjutan pada level pusat.
“Itulah yang sering kali menyebabkan ada irisan tebal antara faktor administrasi dan politik. Kerap kali ikhtiar daerah berpotensi tidak sejalan dengan keputusan pusat. Ruang pertempuran kepentingan juga berada pada tahapan itu,” ucapnya.
Zaky mengkritik soal ruang otonomi yang terbatas dengan adanya regulasi tersebut, karena porsi pemerintah pusat lebih besar dalam hal penentuan pj kepala daerah.
“Saran saya, semestinya aturan teknis penunjukan pj kepala daerah perlu ditambahkan peluang untuk membuka ruang pengawasan dari unsur luar pemerintahan, sehingga bisa meminimalkan kecurigaan publik terhadap penunjukan oleh pusat,” ungkapnya.
Ia juga meminta agar lembaga pengusul bertindak dewasa dan adil dalam menyikapi keputusan akhir. Walaupun terdapat keniscayaan, karena konsekuensi dari dinamika tahun politik tidak dapat terhindarkan.
“Unsur-unsur clean government harus menjadi pilar dan acuan utama dalam hal pengusulan nama-nama penjabat, akuntabilitas dan transparansi menjadi kunci utama,” tandasnya. (dan/ce/ala/kpfm)