Kasus Dugaan Tipikor Program Peremajaan Sawit di Katingan

KASONGAN-Tim gabungan Polres Katingan bersama Ditreskrimsus Polda Kalteng berhasil membongkar kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terbesar di Kalteng. Dugaan tipikor tersebut terjadi di Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Katingan. Dalam kasus itu, kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai sebanyak Rp17.319.252.950.
Selain menyita belasan miliar uang tunai, aparat juga menangkap dan menahan dua orang tersangka. Salah satunya merupakan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Katingan berinisial YS. Sementara satu tersangka lagi merupakan oknum ketua kelompok tani berinisial YA. Keberhasilan pengungkapan kasus korupsi ini disampaikan di Mapolres Katingan, Selasa (8/7). Rilis dipimpin Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji, didampingi Kapolres Katingan AKBP I Gede Putu Widyana.
Dalam rilis itu, tersangka YS dan YA beserta barang bukti uang tunai Rp17.319.252.950,00, sejumlah laptop, dan tumpukan dokumen dihadirkan di hadapan para awak media.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji menjelaskan bahwa kasus korupsi yang terjadi di Kantor Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Katingan itu menyangkut penggunaan dana pada program peremajaan sawit (PSR) di Kecamatan Mendawai tahun anggaran 2020 dan 2021. Diterangkannya, kasus ini dimuali oleh tersangka YA, oknum ketua Kelompok Tani Melayu Mandiri.
“Kasus ini inisiasi oleh oknum ketua kelompok tani berinisial YA, kemudian dimediasi oleh oknum dari pemprov dan dari dinas pertanian untuk mengeluarkan anggaran tersebut,” kata Erlan.
Di tempat yang sama, Kapolres Katingan I Gede Putu Widyana menjelaskan, pada 2020 lalu Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Katingan mendapat dana bantuan peremajaan kelapa sawit rakyat dari Badan Pengelola Dana Pekebun Kelapa Sawit (BPDPKS) Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI, yang disalurkan melalui Kementerian Pertanian dengan total Rp27.570.150.000.
Kemudian tersangka YA yang merupakan kepala Kelompok Tani Melayu Mandiri mengajukan surat permohonan untuk mendapatkan bantuan tersebut ke dinas pertanian yang saat itu dikepalai YS.
Demi memperoleh dana bantuan tersebut, YS menggunakan nama empat kelompok tani lain di Kecamatan Mendawai untuk dimasukkan dalam proposal permohonan sebagai pihak penerima dana bantuan itu.
“Modusnya adalah dengan menggunakan nama lima kelompok tani, sehingga tersangka ini mendapatkan anggaran program peremajaan sawit rakyat senilai Rp27 miliar,” ungkap kapolres.
Padahal Kelompok Tani Melayu Mandiri yang dipimpin YA serta empat kelompok tani lainnya sebenarnya tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh bantuan penyaluran dana peremajaan sawit tersebut.
Sementara YS selaku kepala dinas pertanian pada waktu itu, berperan membuat surat rekomendasi atau usulan bahwa kelima kelompok tani yang diajukan tersangka YA sudah dinyatakan memenuhi seluruh persyaratan untuk mendapatkan bantuan dana peremajaan sawit rakyat.
“YS juga membuat beberapa dokumen fiktif, seolah-olah kelompok tani tersebut memang memenuhi syarat untuk menerima bantuan,” terangnya.
Dikatakan kapolres, dari bantuan sebesar kurang lebih Rp27 miliar itu, pihaknya berhasil menyelamatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp17.319.252.950,00, yang kini menjadi barang bukti. Uang yang diselamatkan itu adalah dana yang dikirimkan YA ke sejumlah rekening bank.
“Sementara Rp10 miliar sudah digunakan oleh tersangka YA untuk membeli pupuk, bibit, dan sewa alat berat untuk membuka kebun sawit baru,” terang kapolres.
Kapolres menambahkan, pihaknya bersama Ditreskrimsus Polda Kalteng akan terus mengembangkan penyelidikan kasus tersebut.
Ketika ditanya kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus korupsi ini, kapolres mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan, ada kemungkinan munculnya tersangka lain. “Karena ini masih proses penyelidikan, kami belum bisa menyebut siapa indentitas calon tersangka itu,” tuturnya.
Adapun dugaan total kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp10.768.733.050,00. Kedua tersangka dijerat dengan sangkaan yakni melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undnag-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 (ke-1) KUHPidana.
“Ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” pungkasnya. (sja/ce/ala/kpfm)