DAD Kalteng Minta Masyarakat Adat Mendapat Perhatian dan Diberdayakan
kpfmpalangkaraya.com – DUA hal penting dan mendesak yang muncul dalam rangka Refleksi 67 Tahun Berdirinya Provinsi Kalimantan Tengah yang digelar Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah, belum lama ini. Agenda silaturahmi akbar Masyarakat Adat Dayak yang bertetel Hasupa Hasundau itu dihadiri oleh DAD Kabupaten/Kota se Kalimantan Tengah, para cendikiawan Dayak, tokoh-tokoh adat dan tokoh-tokoh masyarakat Dayak Kalimantan Tengah.
Pada forum tersebut semua bentuk keprihatinan, kekecewaan. Bahkan protes serta berbagai harapan dan keinginan masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah disampaikan secara gamblang dari berbagai sudut pandang dan pemikiran yang pada dasarnya memiliki kesamaan yakni memperjuangkan hak-hak masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah yang selama ini terabaikan oleh dunia investasi berbasis Sumber Daya Alam (SDA) di bumi Kalimantan Tengah itu.
“Sedikitnya ada delapan butir Rumusan/Rekomendasi DAD Kalteng. Ada dua hal yang dipandang penting dan urgent yakni terkait perkebunan sawit dan carbon trade (perdagangan karbon red). Hal ini akan kami sampaikan kepada Kementerian/Lembaga terkait di tingkat Pemerintah Pusat,” kata Ketua Umum DAD Kalteng, H Agustiar Sabran SIKom, beberapa waktu lalu.
Bahwa terkait keberadaan investasi perkebunan kelapa sawit ini, lanjutnya sudah menjadi rahasia umum termasuk bagi masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah, bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah oleh perusahaan pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit dan pemilik Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Kelapa Sawit disinyalir sangat banyak terdapat di luar perizinan yang sah, baik IUP maupun HGU.
Parahnya kebun kelapa sawit tersebut dibangun oleh perusahaan dengan berbajuzirahkan investasi dilakukan pada Kawasan Hutan, baik Hutan Produksi Konversi (HPK), Hutan Produksi Tetap (HP) bahkan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Padahal kawasan itu adalah tempat sebenarnya keberadaan masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah hidup dan berpenghidupan turun temurun dari generasi ke generasi.
Demikian juga dengan investasi perdagangan carbon atau carbon trade yang belakangan mulai maraknya adanya Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) Jasa Lingkungan Pada Hutan Lindung. “Kami minta sebelum perizinan final diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, maka masyarakat Adat Dayak setempat dan Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah) harus dilibatkan,” tegasnya.
Seharusnya masyarakat Adat dilibatkan sejak proses awal perizinan untuk memastikan bahwa adanya PBPH Jasa Lingkungan tersebut memberikan manfaat significant secara ekonomi bagi masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah dan daerah. Demikian juga dengan “pemutihan atau pembenaran” atas “keterlanjuran”, perkebunan kelapa sawit yang dalam praktiknya “dimaklumi” melalui pola pengenaan sanksi denda administratif kepada pihak perusahaan.
“Untuk dan atas nama masyarakat adat Dayak Kalimantan Tengah, kami menuntut dan meminta hak atas lahan-lahan tertanam kelapa sawit yang di dalam Kawasan Hutan yang “terlanjur ditanam” dan yang akan “diputihkan melalui denda administratif” tersebut. Setidaknya berupa lahan seluas minimal 20 persen dan atau sejumlah nominal yang setara dengan minimal 20 persen lahan tertanam tersebut,” timpal Sekum DAD Kalteng Yulindra Dedi Lampe. (ron/kpfm)