Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap politikus Partai Berkarya Vasco Ruseimy. Dia akan diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan peralatan laboratorium komputer untuk MTs dan pengadaan pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Jenjang MTs dan MA pada Ditjen Pendis Kemenag pada tahun 2011.
“Saksi akan diperiksa untuk tersangka USM (Undang Sumantri), Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Pendis Kemenag),” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Kamis (30/1).
Penyidik bakal memeriksa Vasco terkait kapasitasnya sebagai pegawai PT Berkah Lestari Indonesia. Selain Vasco, KPK juga turut memeriksa Tofan Maulana yang disebut sebagai wiraswasta.
Dalam kasus dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 16 miliar ini, KPK mengidentifikasi adanya aliran uang ke sejumlah politikus. KPK menduga, terdapat aliran uang ke sejumlah politisi dan penyelenggara negara terkait dengan perkara ini total setidaknya Rp 10,2 miliar.
Lembaga antirasuah menyebut senilai Rp 5,04 miliar terkait pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer untuk MTs dan Rp 5,2 miliar dalam pengadaan Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi MTs dan MA.
Kasus ini berkaitan dengan perkara lama yang pernah diusut KPK. Saat itu Kemenag mempunyai dana Rp 22,855 miliar untuk pengadaan penggandaan kitab suci Al-Quran tahun 2011 di Ditjen Bimas Islam. KPK menduga terdapat anggota Banggar DPR kala itu, Zulkarnaen Djabar, yang bermain dalam proyek pengadaan Alquran. Selain itu, ada juga nama Fahd A Rafiq dan Dendy Prasetya yang menjadi perantara proyek ini.
Penggandaan Al-Quran tahap kedua, yakni melalui APBN 2012 senilai Rp 59,375 miliar. Zulkarnaen Djabar, Fahd A Rafiq, dan Dendy Prasetya yang kemudian beraksi lagi. Bahkan, Zulkarnaen dan Dendy adalah bapak dan anak. Pada September 2012, kerugian keuangan negara akibat korupsi pengadaan Alquran ini sebesar Rp 27,056 miliar.
Sedangkan berkaitan dengan proyek pengadaan laboratorium komputer MTs yang anggarannya ada di anggaran Kemenag tahun 2011, secara keseluruhan, Zulkarnaen bersama Fahd dan Dendy menerima fee Rp 14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus. Perincian fee yang diberikan untuk masing-masing proyek yakni Rp 4,74 miliar untuk proyek laboratorium komputer MTs, Rp 9,25 miliar untuk pengadaan Al-Quran tahun 2011, dan Rp 400 juta untuk pengadaan Al-Quran tahun 2012.
Pada 28 September 2017, Fahd divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan Fahd terbukti menerima suap Rp 3,411 miliar.
Adapun pasangan bapak-anak Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia, meski sempat banding atas vonis hakim, namun toh akhirnya banding mereka ditolak. Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada 30 Mei 2013 menghukum Zulkarnaen Djabar 15 tahun penjara, denda Rp 300 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 5,745 miliar.
Sedangkan Dendy Prasetia dihukum 8 tahun penjara denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 5,745 miliar. Mereka terbukti menggunakan jabatannya sebagai anggota DPR untuk mengintervensi pejabat Kemenag.(jpc)